Selamat Datang di CATATAN REDAKTUR ENSIKLOPEDIA PRAMUKA
go to my homepage
Go to homepage

Pages

Labels

KA MABINAS GERAKAN PRAMUKA DARI MASA KE MASA

KA.Mabinas Gerakan Pramuka Dari Masa ke Masa:Diawali oleh Ir Soekarno, Soeharto,Baharudin Jusup Habibie,K.H.Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarno Putri dan Soesilo Bambang Yudhoyono...

ENSIKLOPEDI PRAMUKA.....

Sejarah Panjang Gerakan Pramuka telah melahirkan banyak peristiwa,tokoh,benda tradisi istilah kependidikan istilah organisasi dan berbagai hal lainya yang pelu di dokumentasikan......

PANJI GERAKAN PRAMUKA...

ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka Sri Sultan Hamengku Buwono IX menerima Panji Gerakan Pendidikan Kepanduan Pramuka dari Presiden Soekarno pada tanggal 14 Agustus 1961 di Istana Merdeka

APEL BESAR...

Para penggalang Putra dan Putri mengikuti Apel Besar Hari Pramuka yang Diselenggarakan tanggal 18 Agustus 1986 di Istana Merdeka Jakarta.......

KA KWARNAS GERAKAN PRAMUKA DARI MASA KE MASA.

Ka Kwarnas Gerakan Pramuka dari masa ke masa : Sri Sultan Hamangkubuwono IX 1961-1974, H.M. Sarbini 1974-1978(meninggal Th 1977), Mashudi 1974-1993, Himawan Sutanto 1993-1998, H.A. Rivai Harahap 1998-2003,Azrul Azwar 2003-2013,Adhyaksa Dault 2013-2018.

Jumat, 14 November 2014

Menyambut Penyusunan SKK Pramuka Baru



 Catatan ensiklopediapramuka on line :
MENYAMBUT PENYUSUNAN SKK PRAMUKA BARU
 Oleh : Anis Ilahi Wh - Redaktur


Lokakarya SKK Baru

Upaya Kwarnas Gerakan Pramuka memperbaharui SKK melalui " Lokakarya Penyempurnaan Syarat Kecakapan Khusus Golongan Siaga dan Penggalang" patut disambut gembira. Sebab SKK merupakan isntrumen pendidikan yang sangat strategis dalam kaitan dengan penyaluran hobi, minat dan pengembangan ketrampilan peserta didik di masa kini yang akan bermanfaat di masa depan.

Lokakarya yang berlangsung dari tanggal 10 -12 November 2014 di Taman Rekreasi Wiladatika (TRW) Cibubur, Jakarta menghasil 41 jenis SKK baru, melengkapi SKK lama yang selama ini telah ada dan digunakan. Sejumlah SKK baru tersebut adalah adalah SKK Robotics, SKK Pelopor Keselamatan Berkendara, SKK Survival, SKK Kolektor, SKK Pendaki Gunung, SKK Berkuda, SKK Master of Ceremony, SKK Tali Temali, SKK Geochacing/GPS, SKK Film, SKK News Anchors, SKK Fotografi, SKK Public Spekaing, SKK Membaca, SKK Kewirausahaan, SKK Multimedia, SKK Konsevasi Alam, SKK Penanggulangan Bencana, SKK Dapur Umum, SKK Risk Management, SKK Perawat Lansia, SKK Pendidik Sebaya, SKK Membatik, SKK Pembonsai, SKK Daur Ulang, SKK Budidaya Jamur, SKK Budidaya rumput Laut, SKK Budidaya Lobster, SKK Budidaya SIdat, SKK Pemangkas Rambut, SKK Masseur, SKK Pemanjat Tebing, SKK Jurnalistik, SKK Pionering, SKK Media Sosial, SKK Korespondensi, SKK Penari, SKK Pemahat, SKK Camping, SKK Tembikar, SKK Olahraga Arus Deras (www.pramuka.or.id) 

Sebuah Catatan

Barangkali akan lebih komprehensif jika merancang SKK sebagai sebuah sistem, misalnya dilakukan dengan pendekatan analisis input, proses, output dan out come. Menyusun SKK yang langsung "jumping" ke tema terkesan menggampangkan persoalan. SKK sebagai salah satu metode dalam sistem pendidikan kepramukaan sebenarnya bersifat sistemik atau terdiri dari beragam unsur yang saling terkait. Dengan kata lain kesuksesan SKK sebagai instrumen pendidikan kepramukaan tidak hanya sebatas pada keragaman  jenis, namun juga terkait dengan proses pencapaian, nilai guna, sarana prasarana, metode pengujian, sumberdaya pelatihan, dsb.

Sebagai misal, jika mau rumit sedikit melalui analisis input akan ditemukan keberagaman input peserta didik yang akan menempuh SKK baik atas dasar latar belakang kultur, pendidikan, sosial, ekonomi, budaya dsb. Sangat mungkin jika analisis ini dilakukan SKK akan dapat disusun "mana yang bersifat nasional - mana yang bersifat lokal". Para siaga dan penggalang yang berlatar kultur laut misalnya tidak perlulah diajari SKK menebang pohon. Dengan pendekatan ini maka sangat dimungkinkan ada SKK yang bersifat lokal baik tingkat kwarda, karcab atau bahkan kwaran. Jika angkah ini dilakukan maka baru disebut ada terobosan karena pendidikan kepramukaan tidak lagi didesaian "sentarlistik atau jakarta sentris" tetapi juga desentralistik dengan menghargai dan memanfaatkan kearifan lokal sebagai materi pendidikan kepramukaan.

Pada aspek proses pencapaian SKK juga perlu dipertegas bahwa SKK adalah instrumen pendidikan kepramukaan yang lebih bersifat "community education bases" dalam arti tidak harus Pembina Pramuka yang bertindak sebagai satu-satunya narasumber latihan dan penguji SKK (betapa sangat supernya kalau Pembina Pramuka harus menguasasi semua TKK yang ada). Para Pramuka bisa menempuh SKK melalui pemanfaatan potensi ajar yang ada dilingkungan kehidupannya atau lingkungan masyarakatnya, misalnya belajar TKK menjahit dengan Penjahit yang ada disebelah rumah, Kakak Pembina tinggal mengatur model supervisi dan model penilaian kompetensinya, dsb. Apakah kedepan proses semacam ini yang diinginkan dalam pencapaian TKK atau ada proses lain. Tim Penyusun mestinya juga memikirkan hal ini.

Pada sisi konten SKK seperti yang dijelaskan di atas, mungkin karena pendekatannya mengiventaris konten dulu maka ada yang skupnya terlalu luas. SKK Film misalnya kemana arahnya apa hanya sebagai apresiator, kolektor, komunikator atau produksi. Kalau produksi apakah ke penulisan, penyutradaraan, akting, editing, dsb. Sebagai bahan masukan dalam pendidikan formal sekolah film itu jenjangnya kalau tidak D3 ya S1.

Konten atau tema SKK pada dasarnya tidak berdiri diruang hampa, ia berdiri disekitar lingkungan peserta didik yang terus berubah dan berwarna-warni. Agar mampu mengakomodasi keberagaman konten inilah, barangkali pada tahap awal penyusunan SKKK perlu dikemas dalam rumpun-rumpun sebelum diolah menjadi satuan-satuan kecil. Beberapa rumpun SKK yang sangat dekat dengan dunia kekinian anak dan remaja Indonesia sebagai "generasi digital", misalnya : rumpun ICT (information & Communication Technology), rumpun ekonomi kreatif (iklan, film/tv, advertising, design komunikasi visual, dsb), rumpun seni budaya nasional (tari, nyanyi, permainan, atraksi, dll), rumpun pendidikan perdamaian (peace education), dsb. Masing-masing rumun akan memiliki rincian lagi yang dapat dijadikan sebagai referensi penyusunsn SKK.

Pendidikan kepramukaan adalah upaya memberikan pengalaman sebanyak-banyaknya kepada peserta didik untuk menghadapi masa depannya. Dalam konteks semacam ini penyusunan SKK hendaknya jangan hanya berhenti pada out put yaitu hanya sampai pada kemampuan meraih TKK, namun perlu dirancang agar out put tersebut relevan dan memiliki nilai guna atau out come bagi kehidupan peserta didik baik sebagai mahluk individu, mahluk sosial (bermasyarakat) maupun berbangsa.

Misalnya seorang pramuka yang berhasil meraih TKK Apresiasi Film, ia juga  memiliki kemampuan memanfaatkan ketrampilannya itu untuk mengedukasi teman sebaya tentang film yang sehat, atau memanfaatkan ketrampilannya untuk menyiapkan dirinya di sekolah film di masa depan, dsb. TKK yang memiliki nilai guna bagi kehidupan masa depan peserta didik akan sangat bermakna dan menyenangkan. Pendidikan Kepramukaan akan memberi arti bagi arah kehidupannya di masa depan agar lebih baik dari hari ini.

Mungkin saya berfikir terlalu rumit ya. Namun saya berpandangan "merencanakan sebuah sistem pendidikan kalau mau digampangkan ya memang gampang, meski demikian  hendaknya kita semua memiliki keyakinan agar hasilnya lebih bermanfaat perlu upaya yang lebih dimensional (menghitung beragam aspek). Catatan ini hanya sekedar masukan. Salam -


Kamis, 25 September 2014

Peninjauan Usia Golongan Peserta Didik Dalam Gerakan Pramuka



Oleh : Kak Azrul AAzwar
(Ka Kwarnas Gerakan Pramuka, masa bakti 2004 - 2014)

Disampaikan pada Seminar sehari Perubahan Usia 
Golongan Peserta Didik, Kwarnas Gerakan Pramuka, Jakarta 4 November 2011

Pendahuluan
Gerakan Pramuka adalah gerakan pendidikan non formal, bersifat sukarela, non politik, terbuka untuk semua, tanpa membedakan asal-usul, ras, suku bangsa dan agama. Gerakan ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 1907 oleh Lord Badden Powel di Inggeris. Masuk ke Indonesia pada tahun 1912, dibawa dari Belanda.

Sebagai gerakan dalam bidang pendidikan, kegiatan utama gerakan ini adakah menyelenggarakan pendidikan kepramukaan, yakni pendidikan non formal yang diperkaya dengan pendidikan nilai-nilai kepramukaan dan diselenggarakan menurut metoda kepramukaan. Tujuan yang ingin dicapai dari penyelenggaraan pendidikan kepramukaan secara umum dapat dibedakan atas tiga yakni:

  1. membentuk karakter kaum muda sehingga memiliki watak, keperibadian dan akhlak mulia, 
  2. menanamkan semangat kebangsaan agar kaum muda cinta tanah air dan memiliki semangat bela negara, serta 
  3. membekali kaum muda dengan berbagai keterampilan hidup (life skill).
Peserta didik kepramukaan adalah kaum muda yang dibedakan atas empat golongan umur yakni (1) golongan siaga berumur antara 7 sd 10 tahun, (2) golongan penggalang berumur antara 11 sd 15 tahun, (3) golongan penegak berumur antara 16 sd 20 tahun serta (4) golongan pandega berumur antara 21 - 25 tahun.

Penggolongan umur yang berlaku pada pendidikan kepramukaan berbeda dengan penggolongan umur yang berlaku pada dunia pendidikan, yang membedakan golongan umur atas empat kelompok yakni (1) tingkat SD berumur antara 6 sd 12 tahun, (2) tingkat SLTP berumur antara 13 –sd 15 tahun, (3) tingkat SLTA berumur antara 16 sd 18 tahun serta (4) tingkat Pedidikan Tinggi berumur antara 19 sd 24 tahun. 

Masalah

Sekalipun dalam satu dasa warsa terakhir ini telah ditemukan banyak kemajuan dalam penyelenggaraan pendidikan kepramukaan di Indonesia, tidak luput masih ditemukan pula beberapa masalah yang menuntut penyelesaian segera. Salah satu dari masalah tersebut adalah yang menyangkut penggolongan umur peserta didik. Penyelenggaraan pendidikan kepramukaan dengan memakai penggolongan umur seperti yang berlaku saat ini, menghadapi beberapa masalah, antara lain :
  1. Kesulitan pada penyelenggaraan pendidikan kepramukaan. Kesulitan ini muncul karena terkait dengan ditemukan lebih dari 1 golongan umur pada 1 strata pendidikan. Misalnya di tingkat SD ditemukan peserta didik golongan umur siaga dan penggalang, serta pada tingkat SLP ditemukan peserta didik dengan golongan umur penegak dan pandega. Karena ada dua golongan umur yang berbeda tersebut, menuntut setiap strata pendidikan harus menyediakan lebih dari satu sarana dan prasarana pendidikan, yang bagi banyak satuan pendidikan tidak mudah dilakukan.
  2. Kesulitan untuk mencapaian tujuan pendidikan. Seperti juga dalam pendidikan formal, non formal dan infiormal lainnya, peyampaian materi dan penggunaan metoda pendidikan dalam pendidikan kepramukaan harus sesuai dengan usia serta kemampuan jasmani dan rohan peserta didik. Namun pada akhir-akhir ini, karena pengaruh pelbagai faktor, termasuk biologi, psikologi dan ekologi, tampak bahwa perkembangan usia dinilai tidak sejalan lagi dengan perkembangan kemampuan jasmani dan kemampuan rohani. Akibatnya penyelenggaraan pendidikan kepramukaan tidak lagi bersifat menantang, yang berdampak pada tidak tertariknya kaum muda mengikuti pendidikan kepramukaan
  3. Kesulitan berperanserta dalam kegiatan internasional. Peserta jamboree secara internasional adalah pramuka penggalang. Di luar negeri peserta jambore golongan penggalang tersebut mempunyai rentang umur yang lebih panjang
Saran

Untuk mendukung cepat tercapainya tujuan program revitalisasi Gerakan Pramuka yang telah dicanangkan oleh Presiden RI pada tanggal 14 Agustus 2006, yakni untuk menggiatkan kembali pendidikan kepramukaan, maka pelbagai kesulitan penyelenggaraan pendidikan yang ditemukan harus dapat diatasi. Untuk itu agaknya sudah dipandang perlu melakukan peninjauan kembali penggolongan terhadap usia peserta didik gerakan pramuka. Disarankan ada tiga kemungkinan yang dapat dipilihkan, yakni :
  1. Mengubah penggolongan umur peserta didik kepramukaan sama dengan penggolongan umur pendidikan formal, yakni golongan siaga pada tingkat SD berumur antara 7 sd 12 tahun, golongan penggalang pada tingkat SLTP berumur antara 13 sd 15 tahun, golongan penegak pada tingkat SLTA berumur antara 16 sd 18 tahun, serta golongan pandega pada tingkat Perguruan Tinggi bermur antara 18 sd 25 tahun. Tujuan perubahan penggolongan yang seperti ini adalah untuk tidak menyulitkan penyelenggaraan pendidikan kepramukaan yang berbasis satuan pendidikan. Jika ditinjau dari penyelenggaraan pendidikan kepramukaan, saran perubahan penggolongan umur yang seperti ini, karena tidak dilakukan melalui kajian yang mendalam, dinilai tidak bersifat substansial, melainkan hanya bersifat taktis
  2. Mengubah penggolongan umur peserta didik kepramukaan setelah sebelumnya dilakukan kajian yang mendalam. Untuk ini harus segera dapat dilakukan identifikasi penggolongan umur yang sesuai dengan perkembangan kemampuan jasmani serta perkembangan kemampuan rohari peserta didik. Tentu saja untuk tersusunnya penggolongan umur yang baru ini, diperlukan masukan dari para pakar. Tujuan yang ingin dicapai dari perubahan golongan umur atas dasar kajian yang mendalam ini, adalah untuk menjamin tercapainya tujuan pendidikan kepramukaan. Materi dan metoda pendidikan kepramukaan yang diterapkan akan sesuai dengan usia, kemampuan jasmani dan kemampuan rohani pesefrta didik. Dampaknya akan terlihat pada kegiatan kepramukaan yang diselenggarakan, akan lebih memantang sehingga dapat menarik minat kaum muda. Perubahan penggolongan umur atas dasar kajian yang mendalam ini bersifat substansial, dan karenanya dinilai strategis
  3. Tidak mengubah penggolongan umur dan/atau pengelompokan umur menurut strata pendidkan, melainkan tetap mempertahankan sebagaimana yang berlaku saat ini. Sedangkan untuk tidak menyulitkan peserta didik berperanserta dalam kegiatan internasional, yang dilakukan cukup dengan merekrutmen calon peserta kegiatan internasional, bukan atas dasar strata pendidikan, melainkan atas dasar kesesuaian dengan golongan umur yang dipersyaratkan. Jika penyelesaian ini yang dipilih, jelas hanya bersifat teknis semata.
Penutup
Pendidikan kepramukaan karena terkait dengan pembentukan nilai dan keterampilan sangat ditentukan oleh penggolongan usia peserta didik serta perkembangan kemampuan jasmani dan rohani. Pada saat ini, karena pengaruh pelbagai faktor, perkembangan golongan usia peserta didik dinilai telah tidak sejalan dengan perkembangan kemampuan jasmani dan rohani.

Ketidak kesesuaian ini menimbulkan tiga masalah yakni menyulitkan penyelenggaraan, menyulitkan pencapaian tujuan pendidikan serta menyulitkan kesertaan dalam kegiatan internasional. Untuk mengatasinya diperlukan peninjauan kembali penggolongan usia peserta didik dengan berpedoman pada dua hal. Pertama, membantu kemudahan penyelenggaraan. Kedua, lebih menjamin tercapainya tujuan pendidikan. Ketiga, memudahkan keikutsertaan dalam kegiatan internasional


Daftar bacaan
1. Powell, Robert Baden: Scouting for Boys, Oxford University Perss, New York 2004



Minggu, 07 September 2014

Salam Pramuka yang Terakhir : In Memoriam Kak Yon

 
Kak Mingguyono AS, 
 Anggota DKD Kwarda NTB periode 1992 - 1996, 
Kapusdiklatcab Bima, 
Pembina Pramuka,   
Kritikus dan Penyumbang Tulisan  "Ensiklopediapramuka on line" sejak awal diterbitkan.


  Catatan Ensiklopediapramuka on line : 

Salam Pramuka yang Terakhir
UNTUK KAK YON

Kak Mingguyono AS, nama lengkapnya, Kak Yon nama akrabnya. Salah seorang yang begitu mencintai Gerakan Pramuka yang saya kenal melalui pertemanan di FB. Kadang berbeda pendapat, kadang seia sekata, kadang bak langit dan bumi dalam menanggapi sebuah persoalan. Namun lebih banyak seia sekata dan kalaupun berbeda pendapat, selalu memilih perkataan, diksi dan kalimat sesantun mungkin untuk tidak saling meniadakan. Meski komunikasi melalui FB terbuka untuk "saling caci maki", kami berdua tidak pernah terjebak atau menggunakan situasi itu. Hubungan kami begitu indah. Begitu human. Begitu "berpramuka" Kata Kak Yon selalu berkelakar.

Perhatian dan kecintaan Kak Yon terhadap Gerakan Pramuka sangat mendalam. Ensiklopedia pramuka on line salah satu media on line yang didukung dengan penuh kecermatan, kritis dan inspiratif. Kak Yon juga begitu meledak-ledak dan berenergi ketika melihat sebuah "ketidakberesan" arah dan pengelolaan Gerakan Pramuka baik di level lokal, daerah hingga nasional.

"Saya mencintai lembaga ini sepenuh hati, saya tiada kenal lelah membina adik-adik di tengah keterbatasan kesehatan saya, sepanjang hidup saya tidak pernah lepas dari Gerakan Pramuka, saya sangat sedih jika ada prinsip-prinsip yang dilanggar oleh siapapun, dimanapun dan kapanpun. Saya ingin Gerakan Pramuka terus jaya membina anak-anak Indonesia agar menjadi anak muda yang berkarakter Pancasila" Itulah sejumlah kalimat yang Kak Yon selalu sampaikan, ketika saya mengingatkan agar jangan terlalu larut dalam kesedihan dan perlawanan terhadap "oknum-oknum" tertentu yang menurut Kak Yon telah menodai nilai gerakan ini.

Sabtu malam (6/9/14) saya mendengar berita duka itu. Kak Yon meninggalkan dunia yang fana ini akibat kecelakaan lalu lintas. Kabar yang menghentak. Kabar yang sekali lagi mengingatkan bahwa "dihadapan kematian" manusia tidak akan pernah bisa mengelak ketika Allah berkehendak. Innallillahi wainallillahi rojiun. Selamat Jalan Kak Yon. Insyaallah khusnul khotimah. Pengabdian Kakak terhadap Gerakan Pramuka semoga menjadi amal sholeh yang pahalanya mengalir hingga yaumil akhir. Amin ...

Kak Yon, Allah telah memberi kesempatan Kakak menyusul Almarhum Kak Azrul (mantan Ka Kwarnas). Tokoh yang begitu Kakak cintai. Tokoh yang setiap waktu dapat berkomunikasi dengan akrab, saling berbagi, saling menginspirasi, tidak berjarak dengan Kakak. Kak Azrul yang di Jakarta dan sebagai Ka Kwarnas, Kakak yang di Bima sana yang menurut Kakak hanya Pramuka biasa, nyatanya sebagaimana yang saya lihat begitu tidak berjarak ketika membincangkan Gerakan Pramuka dengan segala dinamikanya.

"Hanya dengan semangat persaudaraan bakti yang tulus, humanis, saling memuliakan atas dasar nilai-nilai Dasa Darma dan Tri Satya lah, hubungan yang luar biasa bisa terjadi antara saya yang orang biasa dengan Kak Azrul tokoh nasional yang begitu saya kagumi. Inilah indahnya nilai-nilai Gerakan Pramuka. Harus terus dikembangkan, Kak" nasihat Kak Yon kepada saya suatu ketika.
Untuk terakhir kali, saya ingin membisikan dari jauh "Salam Pramuka. Selamat Jalan. Selamat Menghadap Sang Khalik, sumber dari segala sumber kasih sayang" Kak Yon ...

Anis Ilahi Wh
Redaktur ensiklopediapramuka on line

Jumat, 22 Agustus 2014

Kegiatan Kepramukaan sebagai Ekskul Wajib di Sekolah (6) : Simulasi Metode Proyek Kewirausahaan Pramuka


Catatan ensiklopediapramuka.com :
urun rembug pengelolaan pramuka wajib di sekolah (6)

SIMULASI METODE PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK 
(PROJECT BASED LEANING)
DALAM LATIHAN KEPRAMUKAAN PENEGAK PANDEGA

Oleh : Anis Ilahi Wh
(Mantan Ketua DKD Kwarda XII DIY tahun 1987 - 1991)


Metode Proyek

Metode Pembelejaran Berbasis Proyek selaras dengan pendidikan kepramukaan yang mengutamakan partisipasi, inisiatif, kreativitas, mengakumulasi pengalaman, simple activities, out comes oriented (dampak perubahan perilaku kea rah positip),  dan dilaksanakan dalam suasana riang dan gembira di bawah bimbingan orang dewasa.  Dengan modifikasi dan kontekstualisasi seperlunya agar sesuai dengan lingkungan dan aspirasi peserta didik, metode ini sangat menyenangkan dan produktif diterapkan sebagai bagian dari metode pendidikan kepramukaan.

Model pembelajaran berbasis proyek (Project Based Learning) merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan oleh Pembina Pramuka  agar proses latihan kepramukaan dapat berlangsung dengan saintifik (scientific approach). Pendekatan saintifik memberi pengalaman kepada peserta didik untuk melaksanakan  kerja ilmiah, melalui tahapan proses ) mengamati;  menanya;  mengumpulkan informasi; mengasosiasi; dan  mengkomunikasikan. Dalam model pelatihan ini peserta didik akan bekerja secara tim (berkelompok), mengutamakan kerjasama  dan mengubah pemikiran faktual  pemikiran yang lebih kritis, analitis dan produktif.

Simulasi Metode Proyek

Simulasi metode proyek dalam latihan kepramukaan dapat diintegrasikan dengan latihan rutin mingguan.  Dalam simulasi ini bertema  “metode proyek untuk melatih jiwa kewirausahaan”.  Alur simulasi seperti terlihat dalam skema gambar di bawah ini.



Tema proyek dapat ditetapkan bersama dalam musyawarah ambalan atau masa orientasi, bisa wirausaha, sosial kemaasyarakatan, industry kreatif, lingkungan, volunterisme, dll . Proyek disimulasikan berlangsung dalam jangka waaktu misalnya 6 bulan.  Ada dua orientasi skills yang harus dirancang oleh Pembina yaitu orientasi “soft skilss” dan “hard skilss”. 

Pada gambar 1 orientasi soft skills difokuskan pada  penghayatan dan  penanaman nilai-nilai kewirausahaan dan kepemimpinan Rosullulloh SAW seperti prinsip jual beli yang adil, jujur dan terbuka, model komunikasi penjualan, cara penjualan, dsb. Nilai-nila ini ditanamkan di setiap tahapan pelaksanaan proyek yang dilakukan oleh para peserta didik.

Orientasi hard skills, pada gambar 1 menunjukan inti dari  “metode proyek” yaitu kegiatan kewirausahaan yang dirancang dari mulai perencanaan, desain produk, penentuan harga produksi dan harga jual, metode promosi dan kemasan, teknik penjualan hingga evaluasi untung rugi usaha. Setiap tahapan proyek dicek perkembangannya tiap minggu oleh Pembina Pramuka. Pada tahapan-tahapan tertentu yang membutuhkan pendalaman materi, Pembina Pramuka bisa menghadirkan narasumber ahli atau wirausaha sukses untuk berbagi pengalaman dengan peserta didik.

Pada gambar 1 juga diperlihatkan, intergarasi antara jadwal latihan rutin dengan implementasi metode proyek. Setiap latihan rutin ada waktu yang dialokasikan secara khusus untuk melihat, mengevaluasi dan mencari jalan keluar dari setiap masalah yang dihadapi peserta didik dalam menyelesaikan proyek ambalan/sangganya. Ditengah latihan rutin, bisa diselenggrakan acara “penjelajahan tematik” berupa “wide game” yang dikemas secara menyenangkan dengan sasaran utama lokasi “sentra-sentra usaha atau sentra-sentra produksi dan pemasaran”  untuk menambah referensi peserta didik dalam mengembangkan proyeknya. Di akhir kegiatan dalam satu semester diselenggarakan sebuah perkemahan dengan format bazar/pameran, tempat para peserta didik menjual dan memamerkan produk-produk yang dihasilkannya. Perkemahan ini bisa dikemas dengan standar pameran yang professional, entertaining, artistic dan  meriah.

Alokasi Jam Latihan Rutin

Metode proyek dapat diintegrasikan dengan agenda latihan rutin/mingguan yang merupakan instrument utama dalam pendidikan kepramukaan. Dalam latihan rutin peserta didik tetap dapat diberi kesempatan untuk melaksanakan kerja-kerja inividu seperti menempuh SKU dan SKK, penanamanan  kedisiplinan dan jiwa nasionalisme melalaui upacara buka tutup, pembinaan kebugaran jasmani dan ruhani melalui kegiatan olah raga dan permainan.

Dalam latihan rutin “implementasi metode proyek” memperoleh alokasi waktu khusus yang digunakan untuk melaporkan, mengevaluasi dan mencari jalan keluar dari masalah yang ditemui peserta didik dalam menyelesaikan tahapan proyeknya. Melalui  pendampingan dan monitoring yang berkesinambungan dari pembina dan pemberian solusi-solusi atas permaslahan yang ada maka akan meminimalisir kegagalan para peserta didik dalam menyelesaikan proyek yang telah direncanakan bersama.

Model alokasi jam dalam latihan rutin kepramukaan




Semoga Menginspirasi.
Salam Pramuka
Anis Ilahi Wh  - Redaktur ensiklopedia pramuka on line.



Catatan :
Materi ini ditulis atas dasar hasil diskusi dengan Pembina Pramuka dan Guru MAN (Madrasah Aliyah Negeri) 4 Model Jakarta.








Sabtu, 14 Juni 2014

Renewing scouting : Traditional Scouting vs Modern Scouting





Catatan ensiklopediapramuka.com: sisi lain renewing scouting (2)

“TRADITIONAL SCOUTING” VS “MODERN SCOUTING”
(dua hal yang berbeda ataukah dua hal yang saling melengkapi ?)

Oleh : Anis Ilahi Wh
(Redaktur Ensiklopediapramuka on line - Mantan Ketua DKD KWarda DIY 1987 - 1991)


Hakikat Gerakan

Tentu bukan sebuah kebetulan ketika para pendahulu menamai kepanduan di Indonesia dengan Gerakan Pramuka. Ada dua kata “Gerakan” dan “Pramuka”. Gerakan berasal dari kata dasar “gerak” yang bermakna peralihan tempat atau kedudukan atau keadaan, baik hanya sekali maupun berkali-kali yang didorong oleh suatu sebab baik berupa kehendak, keinginan, atau usaha-usaha (KBI Online). Sedangkan kata “gerakan” bermakna “peralihan tempat, kedudukan atau keadaan baik hanya sekali maupun berkali-kali yang dilakukan oleh kelompok sosial tertentu disertai program terencana dan ditujukan untuk mencapai perubahan, melestarikan atau mengembangkan pola kerja organisasi agar sesuai dengan tantangan zaman".

Sejarah Panjang pendidikan kepanduan sejak didirikan oleh Baden Powell, masuk ke Indonesia terus tumbuh dan berkembang menyesuaikan dengan perubahan zaman. Pada awalnya Gerakan Kepanduan masuk ke Indonesia dibawa oleh Kolonial Belanda untuk kepentingan mempertahankan kekuasaan. Para Pejuang Kepanduan kemudian mendirikan kepanduan nasional sebagai alat perjuangan membangun nasionalisme dan memperjuangkan kemerdekaan. Setelah Kemerdekaan Gerakan Kepanduan berubah menjadi media pendidikan untuk mengisi kemerdekaan, dst hingga saat ini. Kesemua perubahan itu didesain dan dikelola secara sadar oleh para Pimpinan Gerakan Kepanduan sebagai bagian dari upay memberi makna dan peran pendidikan kepanduan sesuai dengan semangat dan tuntutan zaman.

Perubahan merupakan sebuah keniscayaan karena sebagai organisasi pendidikan, Gerakan Pramuka tidaklah berada di ruang kosong. Lingkungan sosial budaya senantiasa terus berubah dan menuntut adanya peran, tanggungjawab dan harapan-harapan baru. Dengan kata lain Gerakan Pramuka dituntut untuk terus bergerak, berubah dari satu keadaan ke keadaan lain yang lebih baik agar mampu memberikan pelayanan pendidikan bagi tunas-tunas bangsa menjadi generasi penerus bangsa yang beriman, beretika, berjiwa nasionalis dan mampu berperan di kehidupan nyata dengan penuh tanggungjawab dan profesional.


Traditional Scouting sebuah Ide

Tradisi secara literal dipahami sebagai akumulasi nilai-nilai yang diwariskan dari generasi terdahulu ke generasi berikutnya. Oleh sebab itu tradisi merupakan pilar penjaga kesinambungan dan keberlanjutan nilai-nilai dalam sebuah kelompok masyarakat dari satu waktu ke waktu lain. Tradisi sejatinya tidak sekedar nilai namun juga filsosofi, konsep pemikiran, kontsruksi hukum dam moral, lambang dan simbol hingga ritus simbolik yang telah melembaga atau menjadi kebiasaan dan diakui kebermaknaannya oleh para pendukungnya.

Mengacu pada pemahaman “tradisi” semacam di atas, maka traditional scouting bisa dimaknai sebagai filosofi, konsep dan moral pemikiran, konstruksi hukum dan nilai, lambang dan simbol hingga praktek-praktek pendidikan kepanduan yang diwariskan oleh pendirinya kepada generasi slanjutnya. Secara ringkas traditional scouting dapat dimaknai sebagai konsep pemikiran dan praktek-praktek pendidikan kepanduan yang telah dicontohkan oleh Baden Powell yang mencakup dua aspek yaitu aspek konsep pemikiran (ide dasar) serta aspek operasional atau praktek-praktek agenda pendidikan kepanduan.

Ide dasar pendidikan kepanduan sebagaimana dinyatakan oleh Baden Powell dalam bukunya “Scouting for Boys” adalah pendidikan anak dan remaja oleh orang dewasa untuk mengembangkan nilai-nilai nasionalisme, patriotisme dan cinta sesama. Pendidikan kepanduan berbentuk permainan gembira di alam terbuka, agar para peserta didik menerima pengalaman baru yang menarik, bersama-sama membina kesehatan, kebahagiaan, ketangkasan dan sifat suka menolong. Konsep pemikiran Baden Powell juga menyatakan bahwa tujuan latihan kepanduan adalah untuk memperbaiki mutu warga negara pada generasi yang akan datang, terutama karakter, kesehatan, serta sikap kesediaan menolong sesama hidup.

Sedangkan dalam praktek atau agenda pendidikan kepanduan Boden Powell mencontohkan berbagai kegiatan sepertii perkemahan, teknik hidup dialam bebas, penguasaan medium komunikasi tradisional seperti semaphore, morse, sandi, pendidikan kesehatan seperti senam, hiking dan berbagai latihan kebugaran fisik lainnya, ketrampilan praktis, hingga kepemimpinan dan cara-cara hidup berkelompok (beregu).


Renewsing Scouting sebuah Keniscayaan

Dalam sejarah kepanduan di Indonesia pernah lahir sebuah ide formal berdimensi politis yaitu adanya upaya membersihkan sisa-sisa paham Baden Powell sebagaimana mana tercantum dalam Ketetapan MPRS Nomor II/MPRS/1960. Di dalam Lampiran C ayat 8 ketetapan ini dinyatakan bahwa gerakan kepanduan di Indonesia supaya dibebaskan dari sisa-sisa Baden Powellisme.

Ada dua faktor yang mempengarui lahirnya kebijakan di atas. Pertama, faktor politis yaitu tumbuh kembangnya arus utama politik di Indonesia pada saat itu yang anti terhadap apa saja yang berasal dari dunia barat karena dikonotasikan sebagai produk imperialism, kolonialisme dan kapitalisme. Kedua adalah faktor rendahnya minat gerenarsi muda Indonesia terhadap pendidikan kepanduan oleh karena kurang menariknya agenda latihan dan kuran g relevannya kepanduan dengan kebutuhan zaman.

Terhadap keadaan di atas Sri Sultan Hamengkubowono IX memberikan respon dengan mengemukakan gagasan tentang renewing scouting, yaitu usaha memperbaharui praktek pendidikan kepramukaan. Gagasan ini dikemukakan pada World Scout Conference ke-23 di Tokyo tahun 1970 dengan pokok-pokok pikiran sebagamainan tersurat dalam petikan sambutan Beliau yaitu :

“… ikut sertanya pramuka-pramuka dalam kegiatan pembangunan bangsa adalah syarat mutlak demi kelanjutan hidup kepramukaan sebagai organisasi dunia. Kita tetap dapat taat pada prinsip-prinsip moral kepramukaan, tetepi kita harus memperbaharui acara-acara kegiatan kepramukaan yang sesuai dengan aspirasi generasi muda kita dan dengan kebutuhan masyarakat kita …”

Dilevel Global pembaharuan dan pengembangan pendidikan kepanduan yang diinisasi oleh WOSM juga melahirkan apa yang disebut “Youth Programme”. Kepanduan yang pada awal didirikan (1907) mengarah pada pembentukan watak agar menjadi pribadi yang bertaqwa, menolong sesama hidup dan setia membela Negara berkembang menjadi upaya pembentukan watak semacam di atas dengan ditambah penguasaan kecapakan dan ketrampila berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi. Youth programme memiliki 3 ciri yaitu modern, bermanfaat dan teguh pada kode kehormatan dan prinsip dasar metode pendidikan kepramukaan.


Dua Hal yang Saling Melengkapi

Pergulatan pemikiran dan kebijakan antara perspektif tradisionalisme dan perspektif modernisme dalam pendidikan kepanduan tampaknya tidak bisa diletakkan dalam keadaan yang saling meniadakan namun justru saling melengkapi. Pernyataan Sri Sultan HB IX dan juga konstruksi "Youth Programme" oleh WOSM menegaskan bahwa tujuan pembaharuan pendidikan kepanduan fokus pada memperbaharui acara-acara kegiatan kepramukaan agar sesuai dengan aspirasi generasi muda dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dengan tetap teguh berpegang pada kode kehormatan dan prinsip dasar metode pendidikan kepramukaan.

Dalam perspektif yang lebih mendalam memang gerak modernisasi pendidikan kepramukaan hendaknya dilakukan atas kesadaran pada nilai-nilai tradisi, yaitu dengan menjadikan tradisi sebagai saringan simbolik atau titik pijak dalam menilai, menyeleksi dan memberlakukan sesuatu yang baru. Bahkan lebih dari itu, tradisi juga harus ditempatkan sebagai sumber inspirasi dan acuan konsepsi pemikiran dalam berhadapan dengan tantangan-tantangan modernisasi. Tradisi juga harus mampu memandu semua gerak modernisasi dengan mempertemukan antara tradisi besar (high tradition) berupa “prinisip-prisip moral kepramukaan” yang universal dengan aspirasi-aspirasi baru anak dan remaja Indonesia terkini.

Sifat pertemuann antara traditional scouting dan modern scouting yang saling melengkapi akan mampu melahirkan gerakan pendidikan yang progresif dan kontekstual. Kontekstualisasi akan melahirkan relevansi. Relevansi merupakan ruh organisasi pendidikan karena relevansi menuntut adanya persenyawaan antara aspek pembaharuan metode, pengembangan kompetensi pembina, dan penyediaan sarana dan prsarana latihan yang sesuai kebutuhan peserta didik terkini.

Progresifitas, kontekstualitas dan relevansi sebagai inti modernisasi pendidikan kepramukaan yang berpijak pada nilai-nilai tradisional kepanduan akan dapat menjadi “muara etis” pengabdian pendidikan kepramukaan terhadap anak dan remaja Indonesa. Hal itu karena keabsahan pendidikan kepramukaan tidak diukur semata-mata oleh kamajuan organisasi atau sub sistem supporting lainnya (unit usaha, puslibang, dukungan pemerintah, dll) tetapi justru diukur seberapa jauh mampu membangun perubahan perilaku peserta didik sesuai standard dan norma kehidupan modern di satuan terdepan yaitu gugusdepan.

Pada akhirnya pengalaman juga menunjukan bahwa modernisme yang mampu berdampingan dengan tradisionalisme akan melahirkan peradaban besar dan kuat seperti halnya bangsa Jepang, Korea Selatan dan Cina Daratan. Demikian pula halnya Pendidikan Kepanduan akan besar dan jauh lebih bermakna jika mampu merajut benang merah antara traditional scouting dan modern scotung.


Contoh dalam Praktek

Sekedar melengkapi catatan ini, praktek-praktek “traditional scouting skills” atau ketrampilan kepramukaan tradisional semacam semaphore, morse, sandi, nyanyi, tepuk tangan dll, pada dasarnya juga dapat ditransformasikan menjadi “modern scouting skills” dengan mengembangkan fungsi, peran dan tujuannya. Melatih semaphore hanya sebagai medium komunikasi ditengah modernisasi alat-alat komunikasi akan membosankan dan kehilangan relevansi dengan kehidupan anak dan remaja masa kini. Namun melatih semaphore sebagai medium komunikasi kemudian ditambahkan sebagai medium kreatif yang melahirkan koreografi atau tarian masal semaphore, ditambahkan lagi sebagai mediun melatih kecermatan, kebersamaan dan kegembiraan tentu akan lebih menarik dan relevan dengan semangat zaman dan kehidupan anak-anak masa kini.

Fakta lain juga menunjukan kreativitas Pembina yang mampu melakukan transformasi traditional scouting menjadi modern scouting terutama dalam hal kegiatan pioneering. Jika dahulu pionering adalah dasar-dasar tali temali untuk membuat bangunan jembatan, menara pandang, pagar tenda, dll kini telah ditransformasikan menjadi dasar-dasar tali temali untuk membikin mobil, robot, dan berbagai bangunan modern artisifial lainnya. Tentu masih banyak contoh-contoh lainnya.


Penutup

Sejak era 1964 atau era Gerakan Pramuka perubahan demi perubahan untuk mewujdukan renewing scouting terus dilakukan. Ide Sri Sultan XB IX tentang “Scout Action For Community Developmnet” dilanjutkan oleh Kak Azis Saleh dan Kak Mashudi berupa “Partisipasi Gerakan Pramuka dalam Pembangunan”, dilanjutkan lagi oleh Kak Himawan dan Kak Rivai berupa “Pendidikan Kepramukaan untuk Pemberdayaan Remaja dan Pemuda”, kemudian dilanjutkan lagi oleh Kak Azrul berupa “Revitalisasi Gerakan Pramuka”. Semua ide itu telah dikembangkan menjadi kebijakan yang memiliki kelebihan kekurangan.

Kedepan kearah manakah Kak Adhyaksa Dault akan membawa biduk Gerakan Pramuka berlayar dan berlabuh. Akankah renewing scouting akan berlanjut ataukah akan ditawarkan strategi – strategi baru ? Ada baiknya kita mulai menebak meski dengan data yang terbatas. Tks.


 Semoga Menginspirasi. Salam Pramuka
Anis Ilahi Wh – Redaktur Ensiklopediapramuka.com

Renewing scouting : Menafsir Ulang SKK Penegak Berbasis Kompetensi




catatan enskiklopediapramuka.com : sisi lain "Renewing Scouting"  (1)

MENAFSIR ULANG
SKK PENEGAK PANDEGA BERBASIS KOMPETENSI YANG TERSERTIFIKASI, MUNGKINKAH ?


Oleh : Anis Ilahi Wh
(Redaktur  Ensiklopediapramuka on line, Mantan Ketua DKD Kwarda DIY 1987 - 1991)


Pengantar

Sistem tanda kecakapan merupakan salah satu prinsip dasar metodik pendidikan kepramukaan sehingga posisinya sangat strategis dan vital. Syarat kecakapan terbagi menjadi dua yaitu syarat kecakapan umum dan kecakapan khusus. Syarat Kecakapan Umum (SKU) merupakan syarat kecakapan minimum, yang harus dicapai secara umum oleh semua Pramuka, sesuai dengan jenjang serta perkembangan jasmani dan rohaninya.

Syarat Kecakapan Khusus (SKK) merupakan seperangkat kecakapan, kepandaian, kemahiran, ketangkasan, keterampilan di bidang tertentu yang dimiliki para anggota pramuka sesuai dengan minat dan bakatnya. Untuk mencapai kecakapan khusus seorang anggota pramuka harus melalui proses ujuan.

Kecakapan Khusus Pramuka dapat pula diartikan sebagai bagian dari proses pendidikan kepramukaan yang berorientasi “vokasional” yaitu sebuah proses pendidikan yang multimakna dan multi peran karena berorientasi pada pembudayaan, pemberdayaan, pembentukan watak, dan kepribadian, serta berbagai kecakapan hidup life skill. Pendidikan vokasi juga dimaknai sebagai upaya membekali kecakapan kerja individu sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta sesuai dengan tuntutan kebutuhan lapangan kerja dan kehidupan sehari-hari.


Tahu Sedikit tentang Banyak Hal

Merujuk pada SK Kwarnas tahun 132 tahun 179 tentang Petunjuk Penyelenggaraan Syarat-syarat & Gambar Tanda Kecakapan Khusus, SKK Pramuka Penegak Pandega dikelompok dalam 5 bidang yaitu : Bidang Kesehatan dan Ketangkasan, Bidang Sosial, Perikemanu-siaan, Gotong Royong, Ketertiban Masyarakat, Perdamaian Dunia dan Lingkungan Hidup, Bidang Ketrampilan dan Teknik Pembangunan, Bidang Patriotisme dan Seni Budaya dan Bidang Agama, Mental, Moral, Spiritual, Pembentukan Pribadi dan Watak.

Masing-masing Bidang tersebut dibagi lagi kedalam beberapa jenis SKK yang jika dijumlah secara keseluruhan menjadi 84 jenis SKK. Untuk Pramuka Penegak Pandega masing-masing jenis SKK memiliki tiga tingkatan yaitu purwa, madya dan utama, dengan demikan total keseluruhan terdapat 356 jenis SKK. Hal itu belum termasuk SKK Satuan Karya yang jumlahnya juga cukup banyak.

Dari banyaknya jumlah pilihan SKK yang disediakan dapat dilihat bahwa Gerakan Pramuka memberikan perhatian yang demikian luas terhadap pengembangan life skill, minat dan bakat peserta didik. Namun demikian jika dicermati secara mendalam banyaknya pilihan tersebut tidak diikuti dengan syarat kedalaman penguasaan kompetensinya. Pada sisi lain masih pula terdapat jenis TKK yang belum disesuaikan dengan perkembangan zaman, salah satu misal TKK tentang Penjilidan Buku – TKK jenis ini tentu memiliki relevansi yang rendah dengan perkembangan zaman ditengah tren munculnya e-book, e-learning, dst.

Dari banyaknya pilihan serta kurang dalamnya syarat pencapaian SKK juga menunjukan bahwa pendekatan pendidikan berbasis SKK cenderung melahirkan para “generalis” atau individu-individu yang tahu banyak bidang pengetahuan dan ketrampilan namun tidak mendalam atau “tahu sedikit-sedikit tentang hal yang banyak”. Banyaknya perolehan TKK masih menjadi ukuran utama daripada kedalaman pemahaman dan penguasaaan satu TKK yang mencerminkan ketrampilan tertentu secara paripurna, bisa digunakan untuk berkarya secara produktif dan profesional di kehidupan nyata.

Sedikit banyak fenomena di atas agak bertentangan dengan dinamika zaman yang menuntut adanya spesialisasi dengan keahlian yang mendalam untuk bisa survive di kehidupan nyata. Dengan kata lain jika TKK Penegak Pandega ingin lebih relevan dengan tuntutan kehidupan masa kini maka spesialisasi merupakan sebuah keniscayaan.


Tahu Banyak tentang Hal yang sedikit

Spesialisasi dan relevansi profesi adalah instrument utama seseorang untuk survive dalam kehidupan modern yang sangat kompetetif sekarang ini. Jika salah satu maksud pendidikan kepramukaan adalah melahirkan generasi-generasi penerus yang mampu “survive” di kehidupan nyata maka tampaknya pilihan untuk menafsir ulang SKK Pramuka Penegak Pandega cukup relevan untuk dilakukan.

Penafsiran ulang tersebut dapat dilakukan dengan melihat lagi jenis SKK dan kedalaman syarat pencapainnya. Seorang Pramuka Penegak Pandega hendaknya tidak lagi diberi peluang untuk mencapai TKK yang sebanyak-banyak, namun cukup mencapai 1, 2 atau 3 TKK dengan jenis yang sesuai dengan tuntutan zaman dan standar pencapaiannya sesuai dengan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia atau acuan standar kerja pada profesi tertentu yang disusun oleh Negara dan berlakukan secara Nasional.

Dengan SKK semacam di atas maka para Pramuka Penegak Pandega akan memiliki nilai tambah untuk masuk ke dunia kerja atau dunia pengabdian di alam nyata secara kompetetif. Sangat indah kiranya jika ada juru computer yang berlatar pramuka, fotografer yang berlatar pramuka, juru masak yang berlatar pramuka, dan sejumlah profesi lain yang diakui oleh dunia kerja professional dan memperoleh imbalan layak secara professional pula yang dapat dimasuki oleh para pramuka.


Keahlian Yang Tersertifikasi

Saat ini berbagai kementrian dan lembaga pemerintah sedang gencar-gencarnya menyusun SKKNI untuk mengatur standar profesi berbagai jenis pekerjaan. SKKNI juga djadikan sumber rujukan penyusunan kurikulum lembaga pendidikan formal dan non formal dari berbagai tingkatan yang kemudian melahirkan kurikulum berbasis kompetensi. Tentu tidak ada salahnya jika penafsiran ulang SKK Penegak Pandega juga merujuk pada SKKNI dimaksud.

Penafsiran SKK dengan keahlian yang terakreditasi tentu tidak bisa dilaksanakan hanya oleh seorang Pembina. Dalam hal ini tugas Pembina beserta Mabigus adalah menjalin kerjasama sebanyak-banyaknya dengan lembaga pendidikan keahlian lain sebagai tempat “wadah pembinaan atau tempat belajar menempuh SKK” bagi para Penegak dan Pandeganya. Lembaga pendidikan tersebut bisa lembaga kursus, pusat kegiatan belajar, SMK, Universitas, Pusat Pengembangan SDM, Asosiasi Profesi, dll. Dengan strategi semacam ini maka latihan Pramuka Penegak Pandega akan lebih menarik dan memiliki orientasi masa depan yang lebih jelas.


Belajar dari Kak Koesnadi

Pemikiran di atas sebenarnya tidaklah baru, sebab pada tahun 90 an, Alm. Kak Koesnadi Hardjasumanteri (Andalan Nasional – Rektor UGM saat itu), pernah melakukan uji coba penerapan SKK tersertifikasi di Gugusdepan UGM. Saat itu beliau menyiapkan banyak Guru Besar sebagai “pengajar dan penguji SKK” para Pandega. Uji coba itu sangat menarik karena seorang Pramuka Pandega yang berlatar mahasiswa Ilmu Politik bisa menempuh SKK Kehutanan dengan dibimbing oleh Profesor Kehutanan dengan kualifikasi penguasaan SKK yang mumpuni dan diakui. Kiranya uji coba ini perlu dituntaskan sekaligus untuk kembali meningkatkan semangat dan gairah para Pramuka Penegak Pandega untuk menempuh SKK.



Terimakasih. Smoga Menginspirasi.Salam Pramuka
Anis Ilahi Wh, Redaktur ensiklopediapramuka.com

 
Catatan Ensiklopedia Pramuka merupakan kolom opini redaksi yang mengulas topik-topik kontemporer pendidikan kepramukaan seperti : renewing scouting, pramuka dan media, pramuka sebagai ekskul wajib, kepemimpinan, inovasi media dan metode latihan, pendidikan perdamaian, pendidikan moral dan etika, dll.