Selamat Datang di CATATAN REDAKTUR ENSIKLOPEDIA PRAMUKA
go to my homepage
Go to homepage

Pages

Labels

KA MABINAS GERAKAN PRAMUKA DARI MASA KE MASA

KA.Mabinas Gerakan Pramuka Dari Masa ke Masa:Diawali oleh Ir Soekarno, Soeharto,Baharudin Jusup Habibie,K.H.Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarno Putri dan Soesilo Bambang Yudhoyono...

ENSIKLOPEDI PRAMUKA.....

Sejarah Panjang Gerakan Pramuka telah melahirkan banyak peristiwa,tokoh,benda tradisi istilah kependidikan istilah organisasi dan berbagai hal lainya yang pelu di dokumentasikan......

PANJI GERAKAN PRAMUKA...

ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka Sri Sultan Hamengku Buwono IX menerima Panji Gerakan Pendidikan Kepanduan Pramuka dari Presiden Soekarno pada tanggal 14 Agustus 1961 di Istana Merdeka

APEL BESAR...

Para penggalang Putra dan Putri mengikuti Apel Besar Hari Pramuka yang Diselenggarakan tanggal 18 Agustus 1986 di Istana Merdeka Jakarta.......

KA KWARNAS GERAKAN PRAMUKA DARI MASA KE MASA.

Ka Kwarnas Gerakan Pramuka dari masa ke masa : Sri Sultan Hamangkubuwono IX 1961-1974, H.M. Sarbini 1974-1978(meninggal Th 1977), Mashudi 1974-1993, Himawan Sutanto 1993-1998, H.A. Rivai Harahap 1998-2003,Azrul Azwar 2003-2013,Adhyaksa Dault 2013-2018.

Sabtu, 14 Juni 2014

Renewing scouting : Traditional Scouting vs Modern Scouting





Catatan ensiklopediapramuka.com: sisi lain renewing scouting (2)

“TRADITIONAL SCOUTING” VS “MODERN SCOUTING”
(dua hal yang berbeda ataukah dua hal yang saling melengkapi ?)

Oleh : Anis Ilahi Wh
(Redaktur Ensiklopediapramuka on line - Mantan Ketua DKD KWarda DIY 1987 - 1991)


Hakikat Gerakan

Tentu bukan sebuah kebetulan ketika para pendahulu menamai kepanduan di Indonesia dengan Gerakan Pramuka. Ada dua kata “Gerakan” dan “Pramuka”. Gerakan berasal dari kata dasar “gerak” yang bermakna peralihan tempat atau kedudukan atau keadaan, baik hanya sekali maupun berkali-kali yang didorong oleh suatu sebab baik berupa kehendak, keinginan, atau usaha-usaha (KBI Online). Sedangkan kata “gerakan” bermakna “peralihan tempat, kedudukan atau keadaan baik hanya sekali maupun berkali-kali yang dilakukan oleh kelompok sosial tertentu disertai program terencana dan ditujukan untuk mencapai perubahan, melestarikan atau mengembangkan pola kerja organisasi agar sesuai dengan tantangan zaman".

Sejarah Panjang pendidikan kepanduan sejak didirikan oleh Baden Powell, masuk ke Indonesia terus tumbuh dan berkembang menyesuaikan dengan perubahan zaman. Pada awalnya Gerakan Kepanduan masuk ke Indonesia dibawa oleh Kolonial Belanda untuk kepentingan mempertahankan kekuasaan. Para Pejuang Kepanduan kemudian mendirikan kepanduan nasional sebagai alat perjuangan membangun nasionalisme dan memperjuangkan kemerdekaan. Setelah Kemerdekaan Gerakan Kepanduan berubah menjadi media pendidikan untuk mengisi kemerdekaan, dst hingga saat ini. Kesemua perubahan itu didesain dan dikelola secara sadar oleh para Pimpinan Gerakan Kepanduan sebagai bagian dari upay memberi makna dan peran pendidikan kepanduan sesuai dengan semangat dan tuntutan zaman.

Perubahan merupakan sebuah keniscayaan karena sebagai organisasi pendidikan, Gerakan Pramuka tidaklah berada di ruang kosong. Lingkungan sosial budaya senantiasa terus berubah dan menuntut adanya peran, tanggungjawab dan harapan-harapan baru. Dengan kata lain Gerakan Pramuka dituntut untuk terus bergerak, berubah dari satu keadaan ke keadaan lain yang lebih baik agar mampu memberikan pelayanan pendidikan bagi tunas-tunas bangsa menjadi generasi penerus bangsa yang beriman, beretika, berjiwa nasionalis dan mampu berperan di kehidupan nyata dengan penuh tanggungjawab dan profesional.


Traditional Scouting sebuah Ide

Tradisi secara literal dipahami sebagai akumulasi nilai-nilai yang diwariskan dari generasi terdahulu ke generasi berikutnya. Oleh sebab itu tradisi merupakan pilar penjaga kesinambungan dan keberlanjutan nilai-nilai dalam sebuah kelompok masyarakat dari satu waktu ke waktu lain. Tradisi sejatinya tidak sekedar nilai namun juga filsosofi, konsep pemikiran, kontsruksi hukum dam moral, lambang dan simbol hingga ritus simbolik yang telah melembaga atau menjadi kebiasaan dan diakui kebermaknaannya oleh para pendukungnya.

Mengacu pada pemahaman “tradisi” semacam di atas, maka traditional scouting bisa dimaknai sebagai filosofi, konsep dan moral pemikiran, konstruksi hukum dan nilai, lambang dan simbol hingga praktek-praktek pendidikan kepanduan yang diwariskan oleh pendirinya kepada generasi slanjutnya. Secara ringkas traditional scouting dapat dimaknai sebagai konsep pemikiran dan praktek-praktek pendidikan kepanduan yang telah dicontohkan oleh Baden Powell yang mencakup dua aspek yaitu aspek konsep pemikiran (ide dasar) serta aspek operasional atau praktek-praktek agenda pendidikan kepanduan.

Ide dasar pendidikan kepanduan sebagaimana dinyatakan oleh Baden Powell dalam bukunya “Scouting for Boys” adalah pendidikan anak dan remaja oleh orang dewasa untuk mengembangkan nilai-nilai nasionalisme, patriotisme dan cinta sesama. Pendidikan kepanduan berbentuk permainan gembira di alam terbuka, agar para peserta didik menerima pengalaman baru yang menarik, bersama-sama membina kesehatan, kebahagiaan, ketangkasan dan sifat suka menolong. Konsep pemikiran Baden Powell juga menyatakan bahwa tujuan latihan kepanduan adalah untuk memperbaiki mutu warga negara pada generasi yang akan datang, terutama karakter, kesehatan, serta sikap kesediaan menolong sesama hidup.

Sedangkan dalam praktek atau agenda pendidikan kepanduan Boden Powell mencontohkan berbagai kegiatan sepertii perkemahan, teknik hidup dialam bebas, penguasaan medium komunikasi tradisional seperti semaphore, morse, sandi, pendidikan kesehatan seperti senam, hiking dan berbagai latihan kebugaran fisik lainnya, ketrampilan praktis, hingga kepemimpinan dan cara-cara hidup berkelompok (beregu).


Renewsing Scouting sebuah Keniscayaan

Dalam sejarah kepanduan di Indonesia pernah lahir sebuah ide formal berdimensi politis yaitu adanya upaya membersihkan sisa-sisa paham Baden Powell sebagaimana mana tercantum dalam Ketetapan MPRS Nomor II/MPRS/1960. Di dalam Lampiran C ayat 8 ketetapan ini dinyatakan bahwa gerakan kepanduan di Indonesia supaya dibebaskan dari sisa-sisa Baden Powellisme.

Ada dua faktor yang mempengarui lahirnya kebijakan di atas. Pertama, faktor politis yaitu tumbuh kembangnya arus utama politik di Indonesia pada saat itu yang anti terhadap apa saja yang berasal dari dunia barat karena dikonotasikan sebagai produk imperialism, kolonialisme dan kapitalisme. Kedua adalah faktor rendahnya minat gerenarsi muda Indonesia terhadap pendidikan kepanduan oleh karena kurang menariknya agenda latihan dan kuran g relevannya kepanduan dengan kebutuhan zaman.

Terhadap keadaan di atas Sri Sultan Hamengkubowono IX memberikan respon dengan mengemukakan gagasan tentang renewing scouting, yaitu usaha memperbaharui praktek pendidikan kepramukaan. Gagasan ini dikemukakan pada World Scout Conference ke-23 di Tokyo tahun 1970 dengan pokok-pokok pikiran sebagamainan tersurat dalam petikan sambutan Beliau yaitu :

“… ikut sertanya pramuka-pramuka dalam kegiatan pembangunan bangsa adalah syarat mutlak demi kelanjutan hidup kepramukaan sebagai organisasi dunia. Kita tetap dapat taat pada prinsip-prinsip moral kepramukaan, tetepi kita harus memperbaharui acara-acara kegiatan kepramukaan yang sesuai dengan aspirasi generasi muda kita dan dengan kebutuhan masyarakat kita …”

Dilevel Global pembaharuan dan pengembangan pendidikan kepanduan yang diinisasi oleh WOSM juga melahirkan apa yang disebut “Youth Programme”. Kepanduan yang pada awal didirikan (1907) mengarah pada pembentukan watak agar menjadi pribadi yang bertaqwa, menolong sesama hidup dan setia membela Negara berkembang menjadi upaya pembentukan watak semacam di atas dengan ditambah penguasaan kecapakan dan ketrampila berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi. Youth programme memiliki 3 ciri yaitu modern, bermanfaat dan teguh pada kode kehormatan dan prinsip dasar metode pendidikan kepramukaan.


Dua Hal yang Saling Melengkapi

Pergulatan pemikiran dan kebijakan antara perspektif tradisionalisme dan perspektif modernisme dalam pendidikan kepanduan tampaknya tidak bisa diletakkan dalam keadaan yang saling meniadakan namun justru saling melengkapi. Pernyataan Sri Sultan HB IX dan juga konstruksi "Youth Programme" oleh WOSM menegaskan bahwa tujuan pembaharuan pendidikan kepanduan fokus pada memperbaharui acara-acara kegiatan kepramukaan agar sesuai dengan aspirasi generasi muda dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dengan tetap teguh berpegang pada kode kehormatan dan prinsip dasar metode pendidikan kepramukaan.

Dalam perspektif yang lebih mendalam memang gerak modernisasi pendidikan kepramukaan hendaknya dilakukan atas kesadaran pada nilai-nilai tradisi, yaitu dengan menjadikan tradisi sebagai saringan simbolik atau titik pijak dalam menilai, menyeleksi dan memberlakukan sesuatu yang baru. Bahkan lebih dari itu, tradisi juga harus ditempatkan sebagai sumber inspirasi dan acuan konsepsi pemikiran dalam berhadapan dengan tantangan-tantangan modernisasi. Tradisi juga harus mampu memandu semua gerak modernisasi dengan mempertemukan antara tradisi besar (high tradition) berupa “prinisip-prisip moral kepramukaan” yang universal dengan aspirasi-aspirasi baru anak dan remaja Indonesia terkini.

Sifat pertemuann antara traditional scouting dan modern scouting yang saling melengkapi akan mampu melahirkan gerakan pendidikan yang progresif dan kontekstual. Kontekstualisasi akan melahirkan relevansi. Relevansi merupakan ruh organisasi pendidikan karena relevansi menuntut adanya persenyawaan antara aspek pembaharuan metode, pengembangan kompetensi pembina, dan penyediaan sarana dan prsarana latihan yang sesuai kebutuhan peserta didik terkini.

Progresifitas, kontekstualitas dan relevansi sebagai inti modernisasi pendidikan kepramukaan yang berpijak pada nilai-nilai tradisional kepanduan akan dapat menjadi “muara etis” pengabdian pendidikan kepramukaan terhadap anak dan remaja Indonesa. Hal itu karena keabsahan pendidikan kepramukaan tidak diukur semata-mata oleh kamajuan organisasi atau sub sistem supporting lainnya (unit usaha, puslibang, dukungan pemerintah, dll) tetapi justru diukur seberapa jauh mampu membangun perubahan perilaku peserta didik sesuai standard dan norma kehidupan modern di satuan terdepan yaitu gugusdepan.

Pada akhirnya pengalaman juga menunjukan bahwa modernisme yang mampu berdampingan dengan tradisionalisme akan melahirkan peradaban besar dan kuat seperti halnya bangsa Jepang, Korea Selatan dan Cina Daratan. Demikian pula halnya Pendidikan Kepanduan akan besar dan jauh lebih bermakna jika mampu merajut benang merah antara traditional scouting dan modern scotung.


Contoh dalam Praktek

Sekedar melengkapi catatan ini, praktek-praktek “traditional scouting skills” atau ketrampilan kepramukaan tradisional semacam semaphore, morse, sandi, nyanyi, tepuk tangan dll, pada dasarnya juga dapat ditransformasikan menjadi “modern scouting skills” dengan mengembangkan fungsi, peran dan tujuannya. Melatih semaphore hanya sebagai medium komunikasi ditengah modernisasi alat-alat komunikasi akan membosankan dan kehilangan relevansi dengan kehidupan anak dan remaja masa kini. Namun melatih semaphore sebagai medium komunikasi kemudian ditambahkan sebagai medium kreatif yang melahirkan koreografi atau tarian masal semaphore, ditambahkan lagi sebagai mediun melatih kecermatan, kebersamaan dan kegembiraan tentu akan lebih menarik dan relevan dengan semangat zaman dan kehidupan anak-anak masa kini.

Fakta lain juga menunjukan kreativitas Pembina yang mampu melakukan transformasi traditional scouting menjadi modern scouting terutama dalam hal kegiatan pioneering. Jika dahulu pionering adalah dasar-dasar tali temali untuk membuat bangunan jembatan, menara pandang, pagar tenda, dll kini telah ditransformasikan menjadi dasar-dasar tali temali untuk membikin mobil, robot, dan berbagai bangunan modern artisifial lainnya. Tentu masih banyak contoh-contoh lainnya.


Penutup

Sejak era 1964 atau era Gerakan Pramuka perubahan demi perubahan untuk mewujdukan renewing scouting terus dilakukan. Ide Sri Sultan XB IX tentang “Scout Action For Community Developmnet” dilanjutkan oleh Kak Azis Saleh dan Kak Mashudi berupa “Partisipasi Gerakan Pramuka dalam Pembangunan”, dilanjutkan lagi oleh Kak Himawan dan Kak Rivai berupa “Pendidikan Kepramukaan untuk Pemberdayaan Remaja dan Pemuda”, kemudian dilanjutkan lagi oleh Kak Azrul berupa “Revitalisasi Gerakan Pramuka”. Semua ide itu telah dikembangkan menjadi kebijakan yang memiliki kelebihan kekurangan.

Kedepan kearah manakah Kak Adhyaksa Dault akan membawa biduk Gerakan Pramuka berlayar dan berlabuh. Akankah renewing scouting akan berlanjut ataukah akan ditawarkan strategi – strategi baru ? Ada baiknya kita mulai menebak meski dengan data yang terbatas. Tks.


 Semoga Menginspirasi. Salam Pramuka
Anis Ilahi Wh – Redaktur Ensiklopediapramuka.com

Renewing scouting : Menafsir Ulang SKK Penegak Berbasis Kompetensi




catatan enskiklopediapramuka.com : sisi lain "Renewing Scouting"  (1)

MENAFSIR ULANG
SKK PENEGAK PANDEGA BERBASIS KOMPETENSI YANG TERSERTIFIKASI, MUNGKINKAH ?


Oleh : Anis Ilahi Wh
(Redaktur  Ensiklopediapramuka on line, Mantan Ketua DKD Kwarda DIY 1987 - 1991)


Pengantar

Sistem tanda kecakapan merupakan salah satu prinsip dasar metodik pendidikan kepramukaan sehingga posisinya sangat strategis dan vital. Syarat kecakapan terbagi menjadi dua yaitu syarat kecakapan umum dan kecakapan khusus. Syarat Kecakapan Umum (SKU) merupakan syarat kecakapan minimum, yang harus dicapai secara umum oleh semua Pramuka, sesuai dengan jenjang serta perkembangan jasmani dan rohaninya.

Syarat Kecakapan Khusus (SKK) merupakan seperangkat kecakapan, kepandaian, kemahiran, ketangkasan, keterampilan di bidang tertentu yang dimiliki para anggota pramuka sesuai dengan minat dan bakatnya. Untuk mencapai kecakapan khusus seorang anggota pramuka harus melalui proses ujuan.

Kecakapan Khusus Pramuka dapat pula diartikan sebagai bagian dari proses pendidikan kepramukaan yang berorientasi “vokasional” yaitu sebuah proses pendidikan yang multimakna dan multi peran karena berorientasi pada pembudayaan, pemberdayaan, pembentukan watak, dan kepribadian, serta berbagai kecakapan hidup life skill. Pendidikan vokasi juga dimaknai sebagai upaya membekali kecakapan kerja individu sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta sesuai dengan tuntutan kebutuhan lapangan kerja dan kehidupan sehari-hari.


Tahu Sedikit tentang Banyak Hal

Merujuk pada SK Kwarnas tahun 132 tahun 179 tentang Petunjuk Penyelenggaraan Syarat-syarat & Gambar Tanda Kecakapan Khusus, SKK Pramuka Penegak Pandega dikelompok dalam 5 bidang yaitu : Bidang Kesehatan dan Ketangkasan, Bidang Sosial, Perikemanu-siaan, Gotong Royong, Ketertiban Masyarakat, Perdamaian Dunia dan Lingkungan Hidup, Bidang Ketrampilan dan Teknik Pembangunan, Bidang Patriotisme dan Seni Budaya dan Bidang Agama, Mental, Moral, Spiritual, Pembentukan Pribadi dan Watak.

Masing-masing Bidang tersebut dibagi lagi kedalam beberapa jenis SKK yang jika dijumlah secara keseluruhan menjadi 84 jenis SKK. Untuk Pramuka Penegak Pandega masing-masing jenis SKK memiliki tiga tingkatan yaitu purwa, madya dan utama, dengan demikan total keseluruhan terdapat 356 jenis SKK. Hal itu belum termasuk SKK Satuan Karya yang jumlahnya juga cukup banyak.

Dari banyaknya jumlah pilihan SKK yang disediakan dapat dilihat bahwa Gerakan Pramuka memberikan perhatian yang demikian luas terhadap pengembangan life skill, minat dan bakat peserta didik. Namun demikian jika dicermati secara mendalam banyaknya pilihan tersebut tidak diikuti dengan syarat kedalaman penguasaan kompetensinya. Pada sisi lain masih pula terdapat jenis TKK yang belum disesuaikan dengan perkembangan zaman, salah satu misal TKK tentang Penjilidan Buku – TKK jenis ini tentu memiliki relevansi yang rendah dengan perkembangan zaman ditengah tren munculnya e-book, e-learning, dst.

Dari banyaknya pilihan serta kurang dalamnya syarat pencapaian SKK juga menunjukan bahwa pendekatan pendidikan berbasis SKK cenderung melahirkan para “generalis” atau individu-individu yang tahu banyak bidang pengetahuan dan ketrampilan namun tidak mendalam atau “tahu sedikit-sedikit tentang hal yang banyak”. Banyaknya perolehan TKK masih menjadi ukuran utama daripada kedalaman pemahaman dan penguasaaan satu TKK yang mencerminkan ketrampilan tertentu secara paripurna, bisa digunakan untuk berkarya secara produktif dan profesional di kehidupan nyata.

Sedikit banyak fenomena di atas agak bertentangan dengan dinamika zaman yang menuntut adanya spesialisasi dengan keahlian yang mendalam untuk bisa survive di kehidupan nyata. Dengan kata lain jika TKK Penegak Pandega ingin lebih relevan dengan tuntutan kehidupan masa kini maka spesialisasi merupakan sebuah keniscayaan.


Tahu Banyak tentang Hal yang sedikit

Spesialisasi dan relevansi profesi adalah instrument utama seseorang untuk survive dalam kehidupan modern yang sangat kompetetif sekarang ini. Jika salah satu maksud pendidikan kepramukaan adalah melahirkan generasi-generasi penerus yang mampu “survive” di kehidupan nyata maka tampaknya pilihan untuk menafsir ulang SKK Pramuka Penegak Pandega cukup relevan untuk dilakukan.

Penafsiran ulang tersebut dapat dilakukan dengan melihat lagi jenis SKK dan kedalaman syarat pencapainnya. Seorang Pramuka Penegak Pandega hendaknya tidak lagi diberi peluang untuk mencapai TKK yang sebanyak-banyak, namun cukup mencapai 1, 2 atau 3 TKK dengan jenis yang sesuai dengan tuntutan zaman dan standar pencapaiannya sesuai dengan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia atau acuan standar kerja pada profesi tertentu yang disusun oleh Negara dan berlakukan secara Nasional.

Dengan SKK semacam di atas maka para Pramuka Penegak Pandega akan memiliki nilai tambah untuk masuk ke dunia kerja atau dunia pengabdian di alam nyata secara kompetetif. Sangat indah kiranya jika ada juru computer yang berlatar pramuka, fotografer yang berlatar pramuka, juru masak yang berlatar pramuka, dan sejumlah profesi lain yang diakui oleh dunia kerja professional dan memperoleh imbalan layak secara professional pula yang dapat dimasuki oleh para pramuka.


Keahlian Yang Tersertifikasi

Saat ini berbagai kementrian dan lembaga pemerintah sedang gencar-gencarnya menyusun SKKNI untuk mengatur standar profesi berbagai jenis pekerjaan. SKKNI juga djadikan sumber rujukan penyusunan kurikulum lembaga pendidikan formal dan non formal dari berbagai tingkatan yang kemudian melahirkan kurikulum berbasis kompetensi. Tentu tidak ada salahnya jika penafsiran ulang SKK Penegak Pandega juga merujuk pada SKKNI dimaksud.

Penafsiran SKK dengan keahlian yang terakreditasi tentu tidak bisa dilaksanakan hanya oleh seorang Pembina. Dalam hal ini tugas Pembina beserta Mabigus adalah menjalin kerjasama sebanyak-banyaknya dengan lembaga pendidikan keahlian lain sebagai tempat “wadah pembinaan atau tempat belajar menempuh SKK” bagi para Penegak dan Pandeganya. Lembaga pendidikan tersebut bisa lembaga kursus, pusat kegiatan belajar, SMK, Universitas, Pusat Pengembangan SDM, Asosiasi Profesi, dll. Dengan strategi semacam ini maka latihan Pramuka Penegak Pandega akan lebih menarik dan memiliki orientasi masa depan yang lebih jelas.


Belajar dari Kak Koesnadi

Pemikiran di atas sebenarnya tidaklah baru, sebab pada tahun 90 an, Alm. Kak Koesnadi Hardjasumanteri (Andalan Nasional – Rektor UGM saat itu), pernah melakukan uji coba penerapan SKK tersertifikasi di Gugusdepan UGM. Saat itu beliau menyiapkan banyak Guru Besar sebagai “pengajar dan penguji SKK” para Pandega. Uji coba itu sangat menarik karena seorang Pramuka Pandega yang berlatar mahasiswa Ilmu Politik bisa menempuh SKK Kehutanan dengan dibimbing oleh Profesor Kehutanan dengan kualifikasi penguasaan SKK yang mumpuni dan diakui. Kiranya uji coba ini perlu dituntaskan sekaligus untuk kembali meningkatkan semangat dan gairah para Pramuka Penegak Pandega untuk menempuh SKK.



Terimakasih. Smoga Menginspirasi.Salam Pramuka
Anis Ilahi Wh, Redaktur ensiklopediapramuka.com

Rabu, 04 Juni 2014

Kepemimpinan Gerakan Pramuka : Gerakan Pramuka & Politik

 



Catatan ensiklopedia pramuka.com : dialetika kekuasaan

KHITAH GERAKAN PRAMUKA
BERADA PADA TATARAN POLITIK STRATEGIS BUKAN PADA POLITIK PRAKTIS

Oleh : Anis Ilahi Wh
(Mantan Ketua DKD Kwarda XII DIY, tahun 1987 - 1991)

 

 
Khitah atau jatidiri Gerakan Pramuka berada pada tataran politik strategis atau politik kebangsaan. Gerakan Pramuka milik semua komponen bangsa. Gerakan Pramuka memegang amanat politik kebangsaan yaitu amanat untuk bergerak dalam bidang pendidikan, menyemai, merawat dan mengembangkan tunas-tunas bangsa agar setia pada NKRI, mengamalkan Pancasila, mewujudkan amanat UUD 1945, sigap hidup berbhineka tunggal ika, dan bangga akan kekayaan dan wawasan nusantara.

Gerak politik strategis atau politik kebangsaan Gerakan Pramuka adalah terbentuknya generasi penerus yang konsisten berjuang mencapai tujuan bernegara dan berbangsa sebagaimana termaktub dalam pembukaan UUD 1945, dengan cara-cara yang telah disepakati semua komponen bangsa, diantaranya adalah cara demokrasi.

Gerakan Pramuka menjaga jarak, mengakui eksistensi dan tidak melibatkan secara langsung terhadap semua hajatan kekuatan politik praktis sebagai instrument demokrasi yang sah dan konstitusional. Dalam konteks Pilpres, Gerakan Pramuka tidak melibatkan diri dalam arena politik praktis yang berdimensi “perebutan kekuasaan”. Manifestasi politik kebangsaan berupa sikap Gerakan Pramuka yang “amat sangat percaya” bahwa semua kekuatan “partai politik” sebagai pemegang mandat kekuatan politik praktis dalam arena demokrasi, pasti akan dan telah menunjuk putra-putri terbaiknya sebagai kandidat Capres dan Cawapres yang selaras dengan kepentingan bangsa dan Negara bukan kepentingan kelompok. Siapapun yang terpilih itu yang terbaik. Tidak ada syak dan wasangka.

Adanya kepercayaan Gerakan Pramuka terhadap partai politik dengan segenap bentuk “ arena politik praktisnya” itulah maka Gerakan Pramuka tidak lagi merasa perlu melibatkan diri secara langsung. Siapapun yang terpilih akan kembali bertemu dengan Gerakan Pramuka dalam tataran politik strategis, politik kebangsaan : politik memakmurkan, memajukan, memartabatkan dan mensejahterakan bangsa. Disitulah indahnya posisioning Gerakan Pramuka. Yang sudah indah itu sebaiknya dipertahankan. Salam.

 

Semoga menginspirasi

Anis Ilahi Wh
Pemred Ensiklopediapramuka on line

Kepemimpinan Gerakan Pramuka : Berani Kalah Hebat

 


Catatan ensiklopedipramuka : dialektika  kekuasaan
BERANI KALAH HEBAT
BERANI MENANG BELUM TENTU HEBAT

Oleh Anis Ilahi Wh,
(Mantan Ketua DKD Kwarda XII DIY 1987 - 1991)


Inspirasi dari Bapak Pramuka Sri Sultan HB IX

Syahdan, dalam sebuah kegiatan kepramukaan ada kegiatan memindahkan semua angota regu dari satu tempat ke tempat lain dengan cara menggendong. Sebagai bagian dari anggota regu Sri Sultan HB IX tentu harus digendong dan juga menggendong. Teman-teman satu regunya sepakat supaya Sri Sultan HB IX tidak usah menggendong maka Beliau harus digendong duluan. Berebutlah semua anggota regu untuk bisa menggendong Beliau.

Diluar dugaan, Sri Sultan HB IX justru menolak digendong duluan. Beliau justru ingin menggendong yang pertama dan menjadi anggota yang paling akhir berangkat alias akan mengendong anggota yang terakhir. Beliau tidak mau digendong namun justru ingin menggendong – malah dua kali. Kini giliran para nggota regu lain yang saling menolak untuk digendong Sri Sultan HB IX. Dengan santun, Beliau menjelaskan bahwa sebagai anggota pramuka, semua anggota berkedudukan sama, semua harus saling memuliakan, semua harus mau menanggalkan status dan latar belakangnya demi belajar bersama, demi kemajuan bersama dan demi tercapainya cita-cita bersama.

Makna dibalik “menggendong”
Dari aspek kepemimpinan banyak makna yang bisa diambil dari cerita di atas. Almarhum Kak KGPH. Hadikusumo (Ka Kwarda Yogya 1983 - 1992, Putra HB IX), dulu dalam berbagai kesempatan pelatihan dan pendidikan kepramukaan seringkali menyampaikan makna dari ceita di atas dari perspektif kepemimpinan.

Pemimpin harus bersedia melayani, mengutamakan yang dipimpin, berorientasi pada tujuan, mengutamakan keteladanan dan kesederhanaan, bekerja lebih keras dari yang lain, membangun kerjasama dengan karya nyata, dsb. Itu semua menurut Kak Hadikusumo adalah bentuk-bentuk kepemimpinan Pramuka yang beliau rumuskan sebagai “pemimpin yang berkepemimpinan dalam keteladanan dan karya yang nyata” (Lihat Buku Rujukan KPDK Kwarda DIY, 1998).

Dalam perspektif kekuasaan (sebagai bagian dari kepemimpinan) cerita inspiratif di atas, bermakna kesediaan untuk selalu mengedepankan nilai dan norma dalam berhadapan dengan wajah kekuasaan terutama yang berdimensi “memang dan kalah”. Kesediaan “menggendong” meskipun memiliki peluang besar untuk “digendong” adalah sikap untuk memilih jalan “kalah tepatnya mengalah”.

Kalah atau mengalah seringkali memberikan pengalaman batin yang lebih kaya, membuka jendela yang lebih luas untuk mengenali kekuasaan hakiki yang hanya milik Nya, memberi kesempatan mundur selangkah demi merajut seribu langkah menyongsong masa depan yang gemilang. Filosofi jawa menyatakan “wani ngalah luhur wekasane”. Berani kalah atau mengalah akan luhur atau mulia ada pada akhirnya.

Pendidikan Pramuka juga Mengajarkan Kekalahan
Beberapa bentuk permainan dalam pendidikan kepramukaan sebenarnya mengajarkan hakikat “kalah dan menang”. Jika saja hakikat ini mampu “dieksplorasi” secara optimal oleh para Pembina Pramuka maka sejatinya pendidikan kepramukaan akan memberikan pengalaman batin dan ketrampilan yang luar biasa bagi para peserta didik untuk menghadapi situasi “kalah – menang”. Pengalaman dan ketrampilan ini sangatlah berguna sebagai bekal para pramuka menghadapi masa depan. Sebab dalam kenyataanya “hidup ini tidak pernah menang selamanya dan juga tidak pernah kalah selamanya”.

Seorang alim malah mengatakan bahwa untuk mendewasakan umat “Tuhan seringkali lebih banyak memberikan kekalahan daripada kemenangan kepada seseorang”. Dalam hidup kadang kita kalah berkali-kali, kemudian hanya menang sesekali. Namun kemenangan yang sekali itu begitu nikmat dan menghapus duka kekalahan yang berkali-kali, karena apa ? karena umumnya kemenangan hanya bisa diraih setelah mampu bangkit dari puing-puing kekalahan. Untuk bangkit dari kekalahan hanya bisa dengan cara mengambil hikmah, bukan dengan prasangka (pada Tuhan, pada diri sendiri, pada orang lain, pada system, pada alam, dst).

Berani Kalah Hebat
“Berani kalah hebat” karena tidak membutuhkan waktu lama untuk membuktikannya. Saat kekalahan tiba kemudian mensikapi dengan penuh hikmah dan mengkomunikasikannya dengan bijak adalah bukti bahwa “berani kalah itu hebat”. Dalam setiap peristiwa Pemilihan Presiden AS, saya pribadi selalu menunggu pidato dari kandidat yang kalah. Umumnya pidato ini tersusun dengan kata-kata yang sangat indah, filosofi yang mendalam, penghargaan terhadap nilai-nilai bernegara, hakikat demokrasi, dst. Sangat berkesan dan memberikan banyak perspektif.

Sayang sekali dalam Munas Gerakan Pramuka yang lalu, tidak ada kesempatan bagi para kandidat yang kalah untuk menyampaikan “pidato”. Saya sangat meyakini jika kesempatan ini diberikan, para Kandidat akan memberikan pidato yang luar biasa, pidato yang sangat filosofis dan pidato yang menginspirasi karena para Kandidat Ka Kwarnas memang orang-orang yang luar biasa. (Bagi saya, ketiadaan pidato ini makin menunjukan bahwa mekanisme dan prosedur pemilihan Ketua Kwarnas memang sangat liberal dan harus diganti, hehe …)

Berani Menang Belum Tentu Hebat
Jika berani kalah hebat, maka berani menang belum tentu hebat karena pembuktiannya panjang. Banyak ranjau untuk menjadi pemenang yang hebat. Dalam konteks Gerakan Pramuka, besarnya organisasi, banyaknya jumlah anggota dan beragamnya tantangan yang dihadapi menunjukan bahwa menjadi “pemenang yang hebat” sungguh tidak mudah.

Menerjemahkan renstra, renja, progja amanat Munas ditengah keterbatasan sumber daya (manusia, dana dan sarana) juga membutuhkan kreativitas dan kerja keras. Belum lagi menghadapi “pribadi-pribadi” yang penuh kepentingan dan besikap “pragmatis transaksional” tentu akan tambah menguras energi.

Semua hal di atas sudah barang tentu membutuhkan kecermatan, membutuhkan kebijakan, membutuhkan sudut pandang yang multi dimensional – sungguh panjang untuk “membuktikan hebatnya sebuah kemenangan” di alam Gerakan Pramuka. Maka untuk itu bersama dengan tumbuhnya harapan baru, kita bantu dengan doa agar Kak Adhyaksa sebagai pemegang amanah “kemenangan” dapat sukses mengemban tugas. Amin.

Salam Pramuka
Anis Ilahi Wh. – Redaktur Ensiklopediapramuka.

Kepemimpinan Gerakan Pramuka : Dinamika Munas Gerakan Pramuka Tahun 2013

 

Catatan ensiklopediapramuka.com : dialektika kekuasaan


NGGAK ADA LO, NGGAK RAMAI !
(kisah para resi, tim sukses dan pemandu sorak)

Oleh : Anis Ilahi Wh
(Mantan Ketua DKD Kwarda XII DIY 1987 - 1991)
 


Jempol untuk Facebooker Pramuka

Munas Gerakan Pramuka di Kupang, tidak hanya ramai di alam nyata tetapi juga sangat heboh di alam facebook. Hal ini tidak mengherankan karena di jagat FB banyak sekali group pramuka dengan anggota ratusan ribu. Topik munas dari beragam sudut pandang menjadi bahasan yang menarik khas media sosial yang kadang inspiratif, kadang provokatif, kadang dialektik, kadang sarkastik, dst.

Sangat disayangkan panitia munas dan para kandidat belum memanfaatkan media sosial (FB, dkk) secara terencana dan tekonsep sebagai salah satu media sosialisasi dengan segenap kekurangan dan kelebihannya. Padahal melalui media sosial akan dapat digalang partisipasi secara luas dan efektif sehingga munas bisa dikemas menjadi “hajatan” bersama seluruh anggota pramuka agar lebih ramai, lebih demokratis dan terhindar dari kesan elitis.
Kisah Para Resi.
Sebutan resi berasal dari dialog saya dengan beberapa facebooker pramuka. Dialog ini menanggapi status FB beberapa pelatih yang menjadi “juru kampanye/pendukung” calon tertentu secara terbuka. Ini fenomena menarik ketika para Pelatih yang dikenal sebagai “penjaga ruh, moral dan etik pendidikan kepramukaan” justru melibatkan diri dalam sebuah “arena perebutan kekuasaan” apapun motivasi dan alasannya.
Diskusi menjadi sangat panjang terutama di inbox saya , hingga sampai pada kesimpulan : meski tidak ada aturan yang melarang namun sebaiknya para pelatih pramuka tidak perlu melibatkan diri dalam arena pemilihan ketua kwartir apalagi dengan model pemilihan langsung yang seringkali menciptakan fragmentasi, segregasi, segmentasi dan kadang berujung “konflik”.
Para pelatih hendaknya lebih menempatkan diri sebagai “resi” dgn membiarkan “pertarungan kekuasaan” menjadi wilayah kerja para “kesatria”. Dimensi pertarungan kekuasaan yang bersifat kalah menang sangat tidak sejajar dengan wilayah kerja para resi yang berada pada tataran “benar – salah, baik- tidak baik, elok-tidak elok, manfaat – tidak manfaat, dst”. Dikhawatirkan jika pare resi masuk ke wilayah kerja “menang kalah” akan melunturkan kewibawaan disamping tentu saja ditakutkan tidak ada lagi figur yang dapat “mencarikan jalan pencerahan” ketika medan pertarungan para kesatria keluar dari fatsun organisasi, deadlock atau bahkan terjadi pelanggaran kode kehormatan.
Kisah Para Tim Sukses
Meski di FB tidak secara terang-terangan terdapat juga beberapa person yang bertindak seolah-olah sebagai “tim sukses” kandidat tertentu, tidak salah dan malah baik. Sangat sulit mengenali mana yang tim sukses dan mana yang bukan karena dalam model pemilihan ka kwarnas tidak ada kewajiban para kandidat mengumumkan tim suksesnya. Inilah yang kemudian di FB seringkali terjadi “silang pendapat” antara seseorang yang ditengarai sebagai tim sukses dengan yang tidak.

Kedepan jika pemilihan ketua kwartit tetap akan dilaksanakan dengan cara langsung “one delegatian one vote”, maka sebaiknya para kandidat diwajibkan untuk mendaftarkan tim suksesnya secara resmi agar semua pihak bisa mengenalinya baik pemikiran, tulisan, maupun ucapannya. Ketidak terusterangan status tim sukses ini ternyata berdampak pada banyak hal, diantaranya :
Pertama, kecenderungan para pendukung (baca : tim sukses) menggunakan dikotomi kader internal dan ekstrenal, pramuka dan tidak pramuka dalam mengkampanyekan kandidatnya telah “menjerumuskan” pola pemilihan ketua kwarnas lebih sebagai “pertarungan figur” daripada “pertarungan gagasan”. Figur dan latarbelakangnya lebih ditonjolkan daripada gagasan apa yang ditawarkan untuk kemajuan Gerakan Pramuka ke depan.

Pertarungan figur juga lebih berpotensi membangun konflik daripada membangun konsolidasi ide, pembaharuan wacara, dan reformasi aksi-aksi organisasi, aksi-aksi pendidikan dan aksi-aksi pengabdian/pemberdayaan masyarakat oleh Gerakan Pramuka ke depan.
Kedua, ketidakterusterangan status tim sukses akan menyebabkan sulitnya “kontrol bersama” terhadap sepak terjang yang bersangkutan setelah kandidatnya menang. Sudah jamak terjadi para tim sukses akan bermetamorfosa menjadi “inner cyrcle” kandidat yang menang, itu tidak masalah, tidak soal dan wajar. Namun realitas juga menunjukan bahwa tim sukses yang menjadi “inner cycle” seringkali menunjukan wajah aslinya yaitu ada yang berwajah “pragmatis transaksional” dan ada yang berwajah “idealis transformatif”.

Kelompok “pragmatis transaksional” akan membebani kepemimpinan kandidat dan organisasi ke depan karena motiviasi utamanya “saya kerja apa untuk mendapatkan apa”. Sedangkan kelompok “idealis transformasional” bisa jadi akan memperkuat kepemimpinan kandidat dan membawa manfaat kepada organisasi kedepan karena motivasi utamanya “terus mendorong perubahan meski dalam sunyi senyap sekalipun”.

Apakah perjalanan kandidat pemenang ka kwarnas kedepan akan diwarnai oleh “inner cyrcle” yang berwatak pragmatis transaksional atau yang berwatak idealis transformasional atau malah ada kedua-keduanya, waktulah yang akan menjadi saksi. Yang pasti meski di FB statusnya samar-samar para “tim sukses” itu sudah meramaikan suasana munas di dunia maya.

Kisah para Pemandu Sorak
Inilah kelompok terbesar yaitu partisipan atau facebooker pramuka yang bertindak sebagai komentator, agitator, motivator, narrator, dan motor penggerak. Mereka ini bukan golongan “para resi” dan juga bukan “para tim sukses” namun memiliki kepedulian yang sangat mendalam terhadap munas Gerakan Pramuka. Mereka telah “menumpahkan” segala idenya dalam beragam tulisan yang sangat bernas tentang “ bagaimana sebaiknya Gerakan Pramuka” kedepan.
Para pemandu sorak atau facebookers pramuka inilah pemenang sejati munas, karena mereka akan terus eksis 5 tahun kedepan. Mereka melalui FB dipastikan akan terus bersorak sorai - girang ketika kepemimpinan baru membawa angin segar perubahan. Mereka dipastikan akan menggerutu jika kondisinya sama saja. Mereka dipasikan juga akan “meradang” seperti yang sudah-sudah jika ada kebijakan yang tidak pas. Inilah watak pemandu sorak yang sebenarnya yaitu “dalam kebisingan tersirat dan tersurat semangat menuju masa depan yang lebih baik”.
Kepada teman – teman pemandu sorak atau facebooker pramuka tetaplah eksis, karena sejatinya “nggak ada lo nggak ramai” dan jangan biarkan “Gerakan Pramuka” kesepian di alam maya dan alam nyata. Sepi dalam beragam makna, tentunya, karena bagi yang tidak suka sepi, sepi itu konon menakutkan !!!

Salam Pramuka
Anis Ilahi Wh -
Redaktur ensiklopediapramuka.com

Kepemimpinan Gerakan Pramuka : Sisi Humanis Kepemimpinan Kak Azrul

 



Catatan ensiklopediapramuka.com : Mengenang Kak Azrul Azwar

SISI HUMANIS
KEPEMIMPINAN KAK AZRUL

Oleh : Anis Ilahi Wh
(Mantan Ketua DKD Kwarda XII DIY, tahun 1987 - 1991)


Perjumpaan yang Relatif Singkat

Perjumpaan saya dan mas Budi Ruseno dengan Kak Azrul relatif pendek dibanding periode kepemimpinan Beliau sebagai Ka Kwarnas selama dua periode atau 10 tahun. Kami berjumpa 3 tahun lalu, saat diminta bantuan untuk mengembangkan kembali PT. MOLINO PRAMUKA. Dalam perjumpaan yang singkat tersebut, cukup banyak kesan terutama dalam hal memaknai sifat kepemimpinan Kak Azrul.

Dari rekam jejak Kak Azrul, tampak bahwa energi kepemimpinannya telah tumbuh dan berkembang sejak mahasiswa yang berhasil menjabat sebagai Ketua Dewan Mahasiswa Universitas Indonesia. Karier profesionalnya juga berkembang seiring dengan pengabdiannya di berbagai organisasi profesi kedokteran dari tingkat nasional hingga Internasional. Demikian pula karier akademiknya juga sangat bergengsi karena berhasil meraih status Guru Besar Fakultas Kedokteran UI, dengan sejumlah karya ilmiah yang hingga saat ini masih menjadi rujukan diberbagai Universitas dan Rumah Sakit. Karier Kak Azrul dibidang pemerintahan juga berhasil menduduki jenjang eselon 1 Kementrian Kesehatan sebagai salah satu Direktur Jenderal.

Dari catatan rekam jejak di atas, secara subyektif saya melihat bahwa fase kepemimpinan Kak Azrul sebagai Ka Kwarnas merupakan fase kepemimpinan yang dalam Bahasa Jawa disebut “sudah menep” atau kepemimpinan yang sudah kenyang akan “asam manisnya kekuasaan”. Dengan kata lain juga bisa dimaknai sebagai kepemimpinan yang sudah “terinternalisasi” karena antara kepemimpinan sebagai aspek teknis, filosofi, strategi, sistem nilai, aspek budaya dan kepemimpinan sebagai bentuk pengabdian terhadap sesama telah menjadi satu kesatuan yang utuh.

Mendalam dan beragamnya pengalaman Kak Azrul sedikit banyak telah membentuk pola kepemimpinan yang sangat humanis, yaitu pola kepemimpinan yang dicirikan dengan sifat bersedia meminta tolong, sangat ringan mengucapkan kata maaf, dan takzim mengucapkan terimakasih kepada siapapun, dimanapun, kapanpun dan atas alasan apapun.
Bersedia Meminta Tolong
Tiga tahun yang lalu, ketika kami dipanggil Kak Azrul beliau singkat berkata “Tolong, MOLINO dikembangkan agar menjadi unit usaha yang bisa menopang kemandirian organisasi, dapat menjadi sarana layanan para Pramuka didalam memenuhi perlengkapan latihan, juga jangan dilupakan MOLINO harus mampu dikembangkan sebagai tempat mengembangkan jiwa kewirausahaan pramuka. Kwarnas tidak bisa memberi modal banyak, namun saya bersedia menerima kapanpun anda berdua untuk berdiskusi tentang pengembangan Molino. Semoga berhasil”.

Perjumpaan pertama itu sangat berkesan, karena Kak Azrul mengawali dengan kata-kata “meminta tolong”. Tidak mudah bagi pemimpin yang memiliki otoritas sangat besar mengucapkan kata-kata "minta tolong" ketika menugaskan seseorang yang berada di bawah otoritasnya. Bagi saya yang mantan Ketua DKD Kwarda DIY, otoritas Kak Azrul sebagai Ka Kwarnas sangatlah saya hormati. Istilahnya, dipanggil Ka Kwarnas saja sudah merupakan sebuah kehormatan, ketika ternyata diberi tugas oleh Beliau dengan bahasa "meminta tolong" sungguh merupakan hal yang luar biasa.

Dalam perjalanan berikutnya, saya melihat ternyata Kak Azrul memang sangat mudah mengucapkan kata “meminta tolong” kepada siapapun untuk keperluan apapun. Bahkan kata-kata "meminta tolong" juga Beliau ucapkan meskipun untuk sebuah “instruksi pimpinan kepada bawahan”. Sangat tampak, Kak Azrul lebih suka mengembangkan kepemimpinan berdasar otoritas kultural yang sesuai dengan norma kepemimpinan organisasi pendidikan kepramukaan dari pada otoritas birokratis yang bisa saja Beliau lakukan jika mau, melihat luas dan besarnya “kekuasaan” Ka Kwarnas.

Bagi sebagian orang kepemimpinan yang mendasarkan diri pada otoritas kultural, memang tampak sebagai “wajah kepemimpinan” yang lemah. Namun demikian Kak Azrul justru memberikan contoh nyata bahwa kepemimpinan berdasar otoritas kultural memiliki kekuatan yang besar dan segaris dengan norma-norma pendidikan kepramukaan.

Dengan otoritas kultural Kak Azrul memperlakukan semua keluarga besar Gerakan Pramuka sebagai adik, sebagai Kakak, sebagai sahabat, sebagai kawan sepersaudaraan bakti. Faktor inilah yang kemudian menjadikan Beliau sangat dicintai oleh para pramuka di seluruh pelosok negeri.
Begitu ringan mengucapkan kata “maaf”.
Mengembangkan unit usaha MOLINO ternyata tidaklah semudah dibayangkan, keterbatasan modal, keterbatasan SDM, keterbatasan teknologi menjadikan peluang-peluang yang ada tidak bisa digarap optimal menjadi usaha yang produktif dan profit yang besar. Terhadap situasi ini Kak Azrul kadang menampakkan kekecewaannya. Sesekali juga menegur dengan keras. Namun demikian setiap kali kekecewaan dan teguran itu disampaikan selalu diakhir dengan kata-kata “maaf” kemudian memotivasi agar tidak pantang menyerah.

Pada kenyataannya, ringannya mengucapkan kata “maaf” juga menjadi ciri kepemimpinan Kak Azrul dalam berbagai kesempatan menjalankan peran dan fungsi sebagai Ka Kwarnas. Terhadap cara bersikap seperti ini pada suatu kesempatan Kak Azrul berujar “sebesar dan seluas apapun ruang lingkup kepemimpinan seseorang pasti tidak akan lepas dari kehilafan dan kesalahan, ini adalah kodrat manusia – jadi biarpun kita punya otoritas meminta maaf adalah hal yang biasa saja”

Seringkali kepemimpinan yang dimaknai sebagai sebuah “otoritas kekuasaaan” meminta maaf adalah hal yang tidak mudah. Plesetan gaya kepemimpinan bahwa “bos always right” menunjukan adanya tradisi “kekuasaan yang selalu ingin dianggap benar”. Pada sisi lain kepemimpinan yang dilandasi “kesediaan meminta maaf” adalah bentuk pemaknaan “otoritas kekuasaan” sebagai sebuah amanah untuk memanusiakan manusia dan bukan menjadikan manusia sebagai “alat” dalam sebuah dinamika organisasi yang kadang sangat kompleks. Kak Azrul memilih bentuk yang kedua ini, sebagaimana yang bisa saya lihat dan saya rasakan.

Takzim Mengucapkan Terimakasih
Masih dalam konteks MOLINO, sebagai perusahaan yang sedang tumbuh disamping ada sejumlah masalah ada pula sejumlah prestasi dan prospek kedepan yang berhasil diraih. Terhadap hal ini seringkali Kak Azrul mengucapkan terimakasih, bahkan sampai berkali-kali hingga membuat seluruh staf Molino tersipu. Kak Azrul begitu ringan dan spontan mengucapkan berkali-kali terimakasih atas sebuah hal, jika menurut Beliau hal tersebut akan membawa kebaikan bersama dan kebaikan bagi Gerakan Pramuka. Sepanjang yang saya lihat, sikap semacam ini juga Beliau lakukan kepada banyak pihak.

Bulan November lalu, ketika saya mendapat kesempatan mendampingi Kak Azrul bertemu dengan Pimpinan Pramuka Saudi Arabia untuk kerjasama “umroh pramuka”, disela-sela ibadah umroh saya sempat bertanya pada beliau, apa makna tradisi kepemimpina yang takzim mengucapkan terimakasih. Beliau setengah bergumam menjawab “sehebat, sebesar, sekuat apapun seorang pemimpin tidak akan bermakna apa-apa tanpa bantuan pihak lain. Status pemimpin yang disematkan dipundak seseorang hanyalah pangkat sementara. Pangkat itu akan memberi makna jika mampu berterimakasih pada pihak lain, sekecil apapun peran pihak lain itu. Toh, pemimpin tidak akan berarti apa-apa tanpa ada yang dipimpin, kan ..”. Sebuah kata-kata yang klise namun tetap memiliki kedalaman makna.

Kepemimpinan yang tidak segan mengucapkan terimakasih merupakan bentuk kesadaran tertinggi akan pentingnya penghargaan terhadap pihak lain dalam sebuah dinamika organisasi. Dalam model kepemimpinan semacam ini, dinamika organisasi untuk mencapai tujuan yang ditetapkan, senantiasa memperlakukan “pihak lain” sebagai pihak yang layak dimuliakan. Hal itu karena sekecil apapun mereka pasti punya peran, punya andil dan punya kemauan. Dalam pandangan saya Kak Azrul berada dalam zona ini. Meski Molino hanyalah sebatang “paku kecil” dalam konteks “rumah besar Gerakan Pramuka”, Beliau tetap memuliakan dan tidak segan mengucapkan terimakasih atas sejumlah hal yang telah berhasil diraih.

Dalam sejarah kepemimpinan orang-orang besar, selalu ada sebuah anomali yaitu “kepemimpinan yang senang berterimakasih, seringkali justru tidak “diterimakasihi” oleh beberapa pihak lain yang sangat mungkin justru orang-orang dekat, orang-orang kepercayaan, orang-orang yang diberi jalan atau orang-orang yang tidak secara bertanggungjawab menikmati kekuasaannya”.

Apakah anomali di atas juga terjadi pada sejarah Kepemimpinan Kak Azrul ? tentu hanya Allah yang tahu. Yang pasti, Allah justru telah menunjukan kecintaan Nya dengan memanggil Kak Azrul untuk segera kembali ke haribaan Nya. Sangat mungkin, Allah memang tidak menginginkan Kak Azrul menyaksikan jika anomali itu memang ada dan terjadi – syukur-syukur kalau tidak ada dan memang sebaiknya janganlah sampai ada dan terjadi karena Kak Azrul orang baik.

Selamat Jalan Kak Azrul. Salam Pramuka. Allahumma firlahu warhamhu waafihi wa'fuanhu. Al Fatikhah.
Anis Ilahi Wh
Pemred

Selasa, 03 Juni 2014

Kegiatan Kepramukaan sebagai Ekskul Wajib di Sekolah (5) : Mencari Formula Kegiatan Kepramukaan yang Inovatif



Catatan ensiklopediapramuka.com :
urun rembug pengelolaan pramuka wajib di sekolah (5)


ASYIKNYA, BERDISKUSI DENGAN PARA PEMBINA GUDEP
YANG BERPANGKALAN DI MADRASAH

(mencari formula kegiatan kepramukaan sebagai ekskul wajib 
yang selaras dengan siswa madrasah)

Oleh : Anis Ilahi Wh
(Mantan Ketua DKD Kwarda XII DIY tahun 1987 - 1991)


Tantangan Yang Nyata

Catatan ini saya buat berdasarkan pengalaman menjadi narasumber workshop dengan sejumlah Pembina Pramuka yang super yang mengabdikan diri di Gudep yang berpangkalan di Madrasah Jakarta. Sebuah pertemuan yang sangat mengesankan dan sarat makna.

Diawal pertemuan seorang Pembina sudah lantang berbicara : “Dengan sistem sukarela, kami hanya bisa merekrut 40 siswa menjadi anggota ambalan dari 1000 siswa Madrasah. Banyak faktor penyebab seperti persepsi kegiatan kepramukaan yang tidak menarik, sarana prasrana yang terbatas, kekurangan pembina dan kurangnya panduan atau informasi kebijakan arah pendidikan kepramukaan yang inovatif dari Kwartir. Jika sejumlah persoalan tersebut belum bisa di atasi maka saya tidak membayangkan bagaimana harus membina 1000 siswa”.

Pembina lain berujar “Pendidikan kepramukaan sebagai sebuah model dan norma sangatlah ideal. Namun yang kami butuhkan justru pada tataran operasional. Gampangnya bagaimana membuat agenda latihan kepramukaan yang sesuai dengan karakter, aspirasi dan keinginan anak dan remaja zaman sekarang”. Para pembina lainnya juga mengemukakan sejumlah persoalan yang intinya sama.
Setelah selesai sesion curah gagasan, saya mencoba menawarkan sebuah ide bahwa workshop hari ini harus memiliki semangat berinovasi, mencari jalan keluar, breakthrough, out of the box, dan semangat ingin memberikan layanan terbaik kepada para siswa madrasah dalam mengikuti ekskul wajib pramuka. Tawaran itu ternyata diterima dan beberapa ide luar biasa di bawah ini adalah hasilnya.

Norma Dasar

Peserta workshop sepakat bahwa semangat menginovasi materi pendidikan kepramukaan sebagai ekskul wajib harus berpedoman pada Norma dan Prinsip Dasar Keperamukaan, Metode Kepramukaan dan Internalisasi nilai-nilai Kode Kehormatan Pramuka (satya dan darma) dalam kehidupan nyata melalui berbagai kegiatan yang menarik dan mengandung pendidikan yang diaksanakan di alam terbuka.

Proses Pengelolaan

Proses pengelolaan Latihan, merupakan aspek yang menjadi perhatian pertama oleh peserta workshop. Ini sangat wajar sebab model dan proses pengelolaan ekskul wajib merupakan pondasi yang penting sebelum segala sesuatunya dijalankan. Pondasi yang rapuh akan rapuh pula bangunannya.

Workhsop menyimpulkan bahwa pengelolaan ekskul wajib pramuka perlu dirancang dengan proses dan tahapan yang baik dari mulai tahap awal – tahap pelaksanaan – tahap eveluasi dan tahap pengembangan. Pelaksanaan riset merupakan proses di awal yang sangat penting. Melalui riset dapat dipetakan persepsi, harapan dan keinginan para siswa terhadap kegiatan kepramukaan. Pemetaan yang baik akan melahirkan program dan layanan pendidikan yang baik pula.

Tahap berikutnya adalah masa orientasi (dikemas dalam persami) digunakan untuk mengobservasi para siswa yang memiliki potensi kepemimpinan. Kegiatan orientasi harus membuka peluang munculnya potensi, minat dan bakat kepemimpinan para peserta didik.

Dianpinsat adalah tahap berikutnya setelah orientasi. Dianpisat merupakan wadah mengembangkan siswa yang memiliki potensi kepemimpinan yang akan diproyeksikan untuk menjadi ketua sangga dan calon pengurus ambalan.

Tahap selanjutkan Rapat Kerja, peserta hasil dianpinsat dengan pengurus ambalan lama melaksanakan raker untuk menyusn program baik program latihan rutin maupun non rutin. Tahap akhir adalah pelaksanaan hasil raker dengan prinsip dari oleh dan untuk diri mereka sendiri yang diikuti dengan evaluasi dan pengembangan baik secara rutin maupun periodic.

Agenda Latihan Rutin
Hal terpenting yang mengemuka selama workshop adalah strategi merancang agenda latihan rutin. Persoalan mendasar yang dihadapi adalah memilih materi yang tepat dan mengatasi keterbatasan nara sumber latihan. Terhadap persoalan ini saya mengajak peserta workshop untuk mengeksplore pendekatan pendidikan kepramukaan seperti simple scouting, community education (terbuka dan partisipatif), modern scouting, special program, labaratorium gugudepan.

Modern Scouting

Melalui pendekatan ini sangat memungkinkan untuk memenuhi aspirasi peserta didik dan sekaligus mendekatkan persoalan-persoalan aktual dilingkungannya menjadi materi latihan kepramukaan, sehingga dengan demikian nilai guna dan relevansi pendidikan kepramukaan menjadi sangat nyata bagi diri dan lingkungannya.

Beberapa materi yang saya tawarkan untuk didiskusikan terkait dengan modern scouting ini adalah peace education (resolusi konflik dan pluralism), mitigasi bencana, entrepreneur dan leadership, ekonomi kreatif, media literasi (text production & text consumpsion), community development, dan personal development (jurnalistik, desain grafis, kriya, lukis, pameran, dsb).

Para Pembina ternyata sangat antusias dalam membedah materi ini. Bahkan lahir ide brilian seperti materi leadership agar sesuai dengan karakter siswa madrasah dikembangkan dengan mengacu pada model kepemimpinan Rosullulloh dan para khulafaur rasyidin. Luar biasa !.

Simple Scouting & Dekat Dengan Alam

Prinsip ini menjadi fokus diskusi. Dengan prinsip ini pendidikan kepramukaan harus dilaksanakan dengan memanfaatkan semua sumberdaya yang ada disekitar kehidupan peserta didik baik berupa lingkungan alam, lingkungan sosial budaya, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sumberdaya manusia, dan sumber daya lain, dilakukan dengan cara-cara sederhana namun berdampak mendalam bagi perkembangan spiritual, emosional, sosial, intelektual dan fisik.

Program ini misalnya : kunjungan dan bersih-bersih taman pahlawan, belajar administrasi desa bersama pak Lurah, belajar kamtibmas bersama Pak Kapolsek, belajar wirausaha dengan Tukang Gorengan, dsb.

Community Education yang Terbuka & Partisipatif
Tema ini menjadi bahan diskusi terutama untuk mengatasi keterbatasan narasumber latihan. Disepakati bahwa fungsi Pembina Pramuka bukanlah orang yang serba bisa, namun orang yang bisa bekerjasama dengan banyak nara sumber belajar. Pembina Pramuka adalah orang yang bisa mengundang dan mengemas kehadliran nara sumber belajar lain untuk memberikan pengalaman, menginspirasi dan melatih ketrampilan tertentu kepada peserta didik dalam suasana pendidikan kepramukaan yang menyenangkan, menginspirasi dan memotvasi.

Narasumber belajar bisa berasal dari mana saja dan siapa saja. Bisa orang tua siswa (yang punya keahlian tertentu), guru, tokoh masyarakat, tokoh profesional hingga pejaga sekolah, tukang bakso, tukang gorengan, sopir bus, dsb. Yan penting mereka bersedia hadir dan bersedia bekerjasama dengan Pembina Pramuka untuk berbagi pengalaman dalam suasana latihan kepramukaan.

Terkait dengan pendekatan ini, misalnya melalui kerjasama dengan Guru Bahasa Inggris dan guru lain, dilaksanakan perkemahan (persami) berbahasa Inggris dengan materi tentang science, bahasa, dan ilmu pengetahuan sosial. Sebuah Persami yang Manarik dan Menantang, tentu !

Program Unggulan

Perkemahan, penjelajahan & permainan merupakan sejumlah metode unggulan pendidikan kepramukaan yang disepakati harus diprogramkan secara khusus. Terkait dengan hal ini peserta workshop mengexercises bahwa untuk melengkapi latihan rutin dan pematangan sikap dan mental peserta didik, maka selama mengikuti ekskul wajib pramuka paling tidak harus mengikuti 2 kali persami, 1 kali perkemahan gudep dan jika mungkin 1 kali perkemahan besar bersama gudep lain. Juga peserta didik minimal harus megikuti 2 kali penjelajahan (1 jelajah kota dan 1 jelajah alam dengan durasi 1 sampai 2 hari).

Laboratorium Gudep

Dari workshop ini juga timbul ide yang menarik tentang pentingya sebuah gudep memiliki “laboratorium” sesuai dengan karakternya. Misalnya, sebuah gudep yang menekankan community development perlu memiliki laboratorium berupa kawasan pemukiman tempat peserta didik dapat berlatih dan mengembangkan kemampuannya di bidang sosial kemasyarakatan, keagamaan, lingkungan hidup, pendidikan, dsb. Laboratorium ini juga bisa berupa lokasi penghijauan, lokasi pengelolaan sampah, apotik hidup, toko pramuka, lokasi pendidikan anak jalanan, dsb.

Demikian semoga bermanfaat dan menginspirasi. Salam Pramuka.


Anis Ilahi Wh
Redaktur ensiklopediapramuka.com

Kegiatan Kepramukaan sebagai Ekskul Wajib di Sekolah (4) : Belajar Nasionalisme dari Toko Buah Modern



Catatan ensiklopediapramuka.com :
urun rembug pengelolaan pramuka wajib di sekolah (4)

BELAJAR NASIONALISME DARI TOKO BUAH MODERN
(Kisah kreativitas Pembina Pramuka bekerjasama dengan Guru Sekolah)


Oleh : Anis Ilahi Wh
 (Ketua DKD Kwarda XII DIY tahun 1987 - 1991)



Pribadi Yang Kreatif

Kak Ron sahabat saya, Pembina Pramuka di Gudep Sekolah di pinggiran Kota Metropolitan, yang saya kenal melalui media online. Kak Ron adalah kritikus dan pembaca setia ensiklopediapramuka online. Yang mengagumkan, seringkali ia menyatakan telah ikhlas mewakafkan diri untuk “Pramuka & Indonesia”. Meski honor membina jauh dari cukup (dibawah UMR), tetap ia syukuri. Kehidupan sehari-hari ditopang oleh sang istri, seorang PNS. 2 Putranya 1 usia SMP dan 1 SMA, termasuk anak yang cerdas, santun dan bintang pelajar di sekolahnya. Kebahagiaan keluarga yang sederhana ini, saya kira karena ditopang oleh kejujuran, keikhlasan dan kemauan berbagi.

Kak Ron sosok nasionalis sejati. Ia terus berupaya menyemai, merawat dan mengembangkan jiwa nasionalisme para Penggalang binaannya. Jiwanya sensitif terhadap berbagai persoalan bangsa yang dapat mengancam nasionalisme. Kecintaanya pada Indonesia, membawa Kak Ron selalu ingin memastikan agar para Penggalangnya juga mencintai Indonesia sebagaimana dirinya mencintai Indonesia. Kreativitasnya selalu terpacu hebat, jika menyangkut upaya penananam nilai-nilai keindonesiaan – segala langkah ia tempuh.

Dalam sebuah pertemuan di warung bakso Wonogiri, Kak Ron bercerita dengan sangat mengesankan bagaimana cara dia menanamkan kesadaran berbangsa dan bernegara kepada para Penggalang melalui “toko buah modern”.

Pribadi Yang Terusik

Sebuah toko buah yang modern dan megah, berdiri tidak jauh dari sekolah tempat Gudep Kak Ron berada. Sekali ia masuk, ia kitari, ia hitung dan ia cermati ternyata sebagian besar buah yang dijual merupakan buah impor. Ia amati pula para pembeli yang sebagian besar kelas menengah kota dengan sigap, mata bersinar, tangan yang terampil, raut bahagia dan tentu saja dompet yang tebal, berbelanja di toko itu. “Sementara itu buah lokal teronggok sepi di pojok bangunan toko yang megah, ber ac dan bau wangi itu”, kata Kak Ron dengan getir.

Sebagai nasionalis sejati, Kak Ron terusik. Apa yang ditemukannya di toko buah itu adalah sebuah ironi. Menurut Kak Ron, Indonesia adalah surga buah-buahan, “ribuan tanaman buah dapat tumbuh subur di tanah nusantara ini, kenapa justru buah impor yang merajai pasar. Saya tidak anti impor, kak” – kata Kak Ron setengah mengeluh. “ Yang lebih saya takutkan - kenapa ibu-ibu itu tampak lebih bangga berbelanja buah luar negeri dari pada buah kita sendiri, ya Kak …”

Ditengah beradunya sendok dan mangkuk bakso Wonogiri, saya membatin “Kak Ron, sungguh itu persoalan yang rumit. Bermakna bagi yang mau berfikir. Tapi tidak berarti apa-apa bagi yang tidak mau berfikir, apalagi dalam bingkai nasionalisme”.

Pribadi Yang Kolaboratif

Dari kerisauannya itu, Kak Ron merancang agenda latihan kepramukaan yang ia berita tema “belajar nasionalisme dari toko buah modern”. Menyadari keterbatasannya, Ia bekerjasama dengan para guru. Dari guru biologi ia memperoleh informasi buah apa saja yang bisa tumbuh di tanah air, dari guru ekonomi ia memperoleh informais tentang rantai perdagangan dan ekspor impor, dari guru PKN ia memperoleh informasi bentuk-bentuk nasionalisme di era global. Kak Ron juga browsing di internet untuk memperkaya bahan-bahannya.

Tema latihan itu, Ia kemas dalam permainan besar dengan membagi tugas kepada tiap regu. Regu Elang ia tugasi mendatangi toko buah untuk mencatat dan membandingkan jenis buah laur negeri dan buah lokal yang dijual. Regu Garuda ia tugasi mewawancarai para pembeli (mengapa, kenapa, berapa, dst) dan juga minta omzet penjualan toko. Regu Gajah, ia tugasi untuk mendatangi kantor dinas perdagangan untuk mencari data perdagangan buah dan juga mendatangi “narasumber ahli” untuk meminta pendapat. Regu Singa ia tugasi untuk mendatangi para penjual buah lokal di pasar-pasar mencari data dari mana berasal, dimana saja dijual, bagaimana harga ditentukan, dsb..

Pribadi yang Nasionalis

Satu minggu setiap regu diminta menyelesaikan tugas dan membuat laporan. Tiba saat presentasi dan diskusi, Kak Ron mengundang para Guru untuk menjadi Narasumber. Diskusi berjalan ramai, pandangan para Penggalang begitu polos terhadap sejumlah fakta dan data yang ditemukan. Kak Ron dan Para Guru memperkaya pembahasan. “Yang membanggakan para Penggalang menyadari bahwa banyaknya buah luar negeri di banding buah dalam negeri adalah bentuk kekalahan bangsa dalam menghadapi era globalilasi”, Kak Ron menjelaskan hasil diskusi itu pada saya.

Sambil menghela nafas Kak Ron juga berujar “dari hasil temua anak-anak saya melihat, membanjirnya buah impor ternyata bukan persoalan sederhana, ada faktor kebijakan, ada faktor peminggiran petani buah, ada faktor ekonomi, (ada faktor pencari rente - rantai perdagangan yang tidak adil, distortif dan monopoli – tambahan dari penulis), ada faktor gaya hidup, dsb. Kalau tidak diatasi akan mengancam nasionalisme dalam arti luas, Kak. Ketika petani merasa terpinggirkan, pasar dikuasasi produk-produk asing, kecintaan pada produk dalam negeri melemah, itu dapat menjadi bibit memudarnya ikatan keindonesiaan kita ….”

Diakhir diskusi, Kak Ron mengajak para Penggalang menuju aula sekolah. Ia pampang peta besar Indonesia dan meminta para Penggalang menempelkan catatan hasil diskusi mengelilingi peta itu. Setelah selesai menempel, para Penggalang dibariskan kemudia diminta maju satu-satu memandangi peta Indonesia sambil membaca dan merenungi catatan hasil diskusi. Para Guru dan Kak Ron juga melakukan hal yang sama.

Selanjutnya para Penggalang, Guru dan Kak Ron membuat lingkaran kecil, ditengah lingkaran berdiri bendera merah putih. Bergiliran, semua yang hadir diminta meletakkan ujung Bendera Merah Putih didada tepat di ulu hati dan mengucapkan apa saja pengalaman yang didapat “melihat Indonesia dari tokoh buah”. Untuk mengiringi Kak Ron sengaja memutar sayup-sayup lagu “Bagimu Negeri”.
Dengan wajah bangga Kak Ron, bercerita “Apa yang terjadi Kak, semua anak Penggalang terharu, ada yang menangis, bahkan saya ingat benar seorang Penggalang dengan pelan berucap ‘Tuhanku jika kami alpa, mensyukuri nikmatmu yag besar atas negeri ini, beri kesempatan kami untuk memperbaiki diri…,Lur biasa kan Kak”. Saya mengangguk dalam dan takzim.

Kak Ron melanjutkan ceritanya “Kakak pasti tidak menyangka, Bapak dan Ibu Guru yang saya jadikan narasumber juga ikut menangis. Guru Biologi yang masih muda dan cantik itu (wah Kak Ron, bisa saja, batin saya… hehe …), menangis tersedu sambil berkata ‘Kak Ron, ternyata ketika saya menjelaskan tentang okulasi/stek, pembibitan dan perawatan pohon buah, sejatinya saya juga sedang mengajarkan kecintaan pada tanah air ya’. Guru ekonomi yang gagah juga tersentuh nasionalismenya, sambil berkata lirih ‘menanamkan kecintaan pada produk dalam negeri, harus saya utamakan’. Guru PKN, yang selama ini selalu bersemangat menjelaskan Pancasila secara tekstual, ia mendapati konteks kekinian tentang begitu agungnya Pancasila dalam rasa.

Pribadi yang Luar Biasa

Biar saya yang bayar Kak, Kata Kak Ron diakhir pertemuan ketika saya akan membayar baksonya. Dengan bangga Kak Ron melanjutkan “biar sesekali Kakak merasakan nikmatnya uang honor membina pramuka yang masih dibawah UMR, tapi dijamin uang nasionalis, sedikit tapi barokah, hehe ….”

Sambil bercanda pula saya jawab, “terimakasih Kak Ron, maaf kalau hari ini saya telah “menjauhkan” Kakak dari sikap nasionalis. “Lo Kok Bisa”, Tanya Kak Ron kaget. Sambil memegang “garam instant” di meja tukang bakso Wonogiri saya berujar “tadi kita sudah makan bakso dengan garam ini, ini garam impor Kak, hehe …” Diluar dugaan Kak Ron, tidak marah malah bercanda “sebagai bagian dari bangsa yang sakit, kita harus ikut sakit juga Kak, hehe …. Masa negara yang 2/3 nya laut, kok garam saja impor..”

Perjumpaan dengan Kak Ron, memberi banyak hikmah bagi saya. Pertama, ditengah lahirnya deretan “generasi penikmat” yang begitu gaduh, pendidikan kepramukaan sangat potensial untuk menanamkan nilai-nilai nasionalisme apalagi ditangan figur seperti Kak Ron. Figur seperti Kak Ron saya yakin jumlahnya ribuan, mengabdi dalam sepi, dalam kesederhanaan, dalam keterbatasan (honor dibawah UMR), dan tersebar di seluruh pelosok negeri. Kedua pendidikan kepramukaan di sekolah juga sangat strategis jika dikelola dengan serius, kreatif dan kolaboratif. Bahkan pendidikan kepramukaan bisa membebaskan “anak-anak” dari sekat-sekat dinding sekolah yang kadang membelenggu.

Jadi, berbahagialah para orang tua, berbahagialan Indonesia karena putra-putrinya dididik oleh para Pembina yang luar biasa seperti Kak Ron. Di jiwa-jiwa Pembina Pramuka Yang Kreatif, Merdeka, Nasionalis dan Pandu sejati inilah masa depan Pramuka terletak bahkan juga masa depan Nasionalisme Indonesia. Ya, Nasionalisme Indonesia, tidak lain – tidak bukan.

Semoga Menginspirasi. Salam Pramuka.
Anis Ilahi Wh --- Redaktur ensiklopediapramuka.com

 
Catatan Ensiklopedia Pramuka merupakan kolom opini redaksi yang mengulas topik-topik kontemporer pendidikan kepramukaan seperti : renewing scouting, pramuka dan media, pramuka sebagai ekskul wajib, kepemimpinan, inovasi media dan metode latihan, pendidikan perdamaian, pendidikan moral dan etika, dll.