Selamat Datang di CATATAN REDAKTUR ENSIKLOPEDIA PRAMUKA
go to my homepage
Go to homepage

Pages

Labels

KA MABINAS GERAKAN PRAMUKA DARI MASA KE MASA

KA.Mabinas Gerakan Pramuka Dari Masa ke Masa:Diawali oleh Ir Soekarno, Soeharto,Baharudin Jusup Habibie,K.H.Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarno Putri dan Soesilo Bambang Yudhoyono...

ENSIKLOPEDI PRAMUKA.....

Sejarah Panjang Gerakan Pramuka telah melahirkan banyak peristiwa,tokoh,benda tradisi istilah kependidikan istilah organisasi dan berbagai hal lainya yang pelu di dokumentasikan......

PANJI GERAKAN PRAMUKA...

ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka Sri Sultan Hamengku Buwono IX menerima Panji Gerakan Pendidikan Kepanduan Pramuka dari Presiden Soekarno pada tanggal 14 Agustus 1961 di Istana Merdeka

APEL BESAR...

Para penggalang Putra dan Putri mengikuti Apel Besar Hari Pramuka yang Diselenggarakan tanggal 18 Agustus 1986 di Istana Merdeka Jakarta.......

KA KWARNAS GERAKAN PRAMUKA DARI MASA KE MASA.

Ka Kwarnas Gerakan Pramuka dari masa ke masa : Sri Sultan Hamangkubuwono IX 1961-1974, H.M. Sarbini 1974-1978(meninggal Th 1977), Mashudi 1974-1993, Himawan Sutanto 1993-1998, H.A. Rivai Harahap 1998-2003,Azrul Azwar 2003-2013,Adhyaksa Dault 2013-2018.

Senin, 28 September 2015

Cerita Penegak : Mengelola Konflik


Cerita Penegak
Menejemen Konflik (2)
Oleh : Anis Ilahi Wh


Pukul 14.00 hari Jum'at. Cuaca begitu panas. Kak Wito siap-siap berangkat menuju ambalan binaanya untuk latihan rutin. Tiba-tiba handphonenya berdering, sebuah pesan pendek dari Karno sang Pemangku Adat masuk dan bertuliskan "maaf Kak, kami belum bisa ambil keputusan lokasi kegiatan community services, kami masih beda pendapat secara tajam bahkan cenderung konflik. tks".
Sambil tersenyum, Kak Wito menjawab sms itu dengan kata-kata akrab, bijak dan motivatif "no problemo Adiku, belajar menghadapi konflik akan cepat mendewasakan kalian semua, keep spirit brother, hehe ...". Sabar dan tidak larut pada emosi adik-adiknya, itulah salah satu kelebihan Kak Wito. Sambil menembus kota yang panas dengan sepeda motornya Kak Wito membatin "inilah kesempatan adik-adiku 'leaning by doing' dalam mengelola konflik, harus saya manfaatkan secara optimal sebagai arena latihan kepemimpinan..."
Sore itu suasana latihan di ambalan memang tampak kurang menggem-birakan. Komunikasi antar pengurus Ambalan tidak cair, kaku bahkan masing-masing cenderung menjaga jarak. Kak Wito memakluminya. Mataharipun seperti tidak peduli juga, terus merambat ke ufuk, tanda malam menjelang. Latihan di Ambalan pun usai. Kak Wito dari jauh menyusul Andri yang berjalan sendirian menuju sanggar di lantai 2 bangunan sekolah. Sanggar itu tidak luas, namun tertata apik oleh tangan-tangan kreatif pengurusnya, sehingga membuat siapapun betah didalamnya. Ketika Kak Wito masuk, Andri sedang sibuk merapikan buku-buku di meja kerjanya.
"Kok, sendirian Andri?" tanya Kak Wito pura-pura tidak tahu persoalan.
"Eh, Kakak. Iya nih yang lain pulang duluan?" jawab Andri agak tergagap karena tidak mengira Kak Wito menyusulnya.
"Bagaimana ..., apa sudah ada keputusan lokasi kegiatan "community services" kita?", tanya Kak Wito sambil mendekat ke Meja Andri. Andri, tidak langsung menjawab, memandang sebentar Kak Wito, kemudian menyibukan diri kembali menata meja kerjanya. Kak Witopun sabar menunggu jawaban Andri sambil membuka-buka buku catatan kegiatan. Suasana hening.
"Sepertinya saya perlu bantuan Kakak" Jawab Andri setelah lama terdiam. "He.. he.. he..." Kak Wito tertawa kecil, ingin mencairkan suasana. "Siap, apa yang perlu kakak bantu" lanjut Kak Wito sambil menggandeng Andri untuk duduk di meja rapat, menghadap papan tulis.
"Sangat sulit mengambil keputusan lokasi kegiatan communit services kita, Kak!" Andri mulai menjelaskan duduk persoalannya. Kak Wito takzim mendengarkan. "Ada 3 calon lokasi, tiap lokasi memiliki kelebihan dan kekurangan. Tiap lokasi ada pendukungnya masing-masing dari Dewan Ambalan. Semua tidak mau mengalah meski sudah debat panjang. Bahkan perdebatan itu membuat kami terpecah dalam konflik. Saya merasa gagal sebagai ketua Dewan Ambalan.." Andri menambahkan penjelasan dengan menahan beban di hati.
"Ya ... ya .. ya ... Kakak bisa memahami" tanggap Kak Wito dengan suara dan wajah penuh empati. Andri menatap haru pada Kakak Pembina yang sangat dihormatinya itu. Sambil melangkah ke papan tulis Kak Wito menasehati "Tidak seharusnya kamu menghakimi diri sendiri dengan marasa gagal seperti itu, Adiku". Kak Wito mengambil spidol, menatap Andri dalam-dalam kemudian menjelaskan sambil menulis di papan tulis "Ada 3 kata kunci yang harus kamu kuasai sebagai pemimpin agar bisa keluar dari situasi ini dengan baik". Kak Wito berhenti sejenak, tersenyum melihat Andri mendengarkan dengan takzim, kemudian melanjutkan penjelasannya "3 kata kunci itu adalah : menejemen konflik, pengambilan keputusan, penguasaan terhadap konsep dan tujuan kegiatan".
"tet .. tet ... teett" tiba-tiba terdengar suara klakson motor dari luar sanggar yang begitu kencang dan mengagetkan. Kak Wito berjalan ke arah jendela, ingin tahu apa yang terjadi diluar, dengan tersenym memandang Andri dan berkata penuh selidik "Hem ... rupanya kamu sudah ditunggu Lita ya ...". Andri pun tersenyum malu. Lita tak lain adalah sekretaris Dewan Ambalan Putri. "Sudah sana, jalan dulu, besok ketemu Kakak lagi di Warung Bakso ya, Kakak jelaskan 3 kata kunci tadi biar kamu bisa cepat ambil keputusan dan elegan mengelola konflik", pinta Kak Wito pada Andri. "Siap Kakaku ... yang penuh pengertian, he.. he .. he .." Jawab Andri yang kini tampak mulai bisa mengurangi beban atas terjadinya konflik di ambalan yang dipimpinnya.
Andripun pamit, sambil bersalaman dan mencium tangan Kak Wito. "Jangan lupa, satuan terpisah, jaga sopan santun, lo ya ..." Nasehat Kak Wito sambil menggoda. Andri pun mengangguk dalam-dalam tanda takzim untuk menuruti nasehat Kakak Pembina yang dibanggakannya itu. Dengan langkah mantap Andi keluar dari Sanggar... (bersambung, --nis  28/9/2015).

Sabtu, 26 September 2015

Cerita Penegak : Belajar Sambil Bekerja (1)


"Belajar Sambil Bekerja"
Oleh : Anis Ilahi Wh



"Lihat ini ... adikku" ucap Kak Wito dengan lemah lembut kepada Pengurus Dewan Ambalan yang sedang diajaknya makan bakso ramai-ramai.
"Siap kak ..." jawab Andri sang sekretaris Dewan Ambalan. Seketika itu pula Darto sang Ketua Dewan Ambalan, Parto sang Bendahara dan Karno sang Pemangku Adat serampak mengarahkan pandangannya ke Kak Wito.
"Kakak sengaja mendownload buku ini - EMPOWERING YOUNG ADULTS Guidelines for the rover scout section, terbitan WOSM, sebagai bahan mengembangkan kegiatan di Ambalan kita", jelas Kak Wito sambil menunjukan buku dimaksud.
Tidak lama kemudian 5 mangkok baksopun menghampiri meja mereka. Tanpa membuang waktu Andri, Darto, Parto dan Karno menerima mangkok itu, menyendok sambal, menuang kecap, menuang saus penuh semangat dan menyantapnya. Mereka memang kelaparan, maklum seharian ini mereka diajak Kak Wito survey lokasi untuk kegiatan "community services" pada liburan mendatang. Kak Wito tersenyum melihat tingkah adik-adik yang disayanginya itu, sambil batinya berdoa "semoga kalian menjadi pemimpin-pemimpin handal di masa depan, amin".
"Adakah yang menarik dari buku itu, Kak?" tanya Darto sambil memainkan sendok garpu memotong-motong daging bakso di mangkoknya.
"belajar sambil bekerja, itu yang harus kalian kembangkan dalam menyusun program ambalan", jawab Kak Wito, sambil tersenyum, berhenti sejenak, menyantap 1 gelinding bakso, kemudian melanjutkan penjelasannya "semua kegiatan harus memberikan pengalaman nyata, yang dengan pengalaman itu kita semua bisa mendapatkan pengetahuan, ketrampilan dan penghayatan atas sebuah hal".
"Masih agak bingung, nih Kak", sergah Karno yang mangkok baksonya sudah kosong alias habis duluan, karena memang paling senang makan bakso sehingga badanya juga paling bongsor.
"Di buku ini dijelaskan ada 4 hal yang bisa kalian kembangkan sebagai arena belajar sambil bekerja", Kak Wito menatap wajah Pengurus Ambalan satu-satu sambil memastikan bahwa mereka, meski sambil makan bakso tetap konsentrasi mendengarkan penjelasannya.
"traveling dan pembelajaran antar budaya, berpetualang di alam bebas, pengabdian masyarakat dan kegiatan sosial ekonomi secara integratif. Itu saja dulu, detailnya akan Kakak jelaskan di lain kesempatan". Kak Wito mengakhiri penjelasannya sambil menyantap daging bakso terakhirnya pula. Sedang bakso di depan para pengurus Dewan Ambalan, tinggal mangkoknya, alias sudah ludes, sak kuah-kuahnya, hehe .... (bersambung)



Selasa, 07 Juli 2015

Urban Scouting : Nilai Lebih Berlatif Fotografi dengan Metode Kepramukaan (7B)

image : pixoto.com
 catatan ensiklopediapramuka online

Urban Scouting :
NILAI LEBIH BERLATIH FOTOGRAFI
DENGAN METODE KEPRAMUKAAN : SEBUAH MODEL (7B)

Oleh :
Anis Ilahi Wh (Ketua DKD Kwarda DIY 1987 - 1991)


Pengantar
  • Fotografi merupakan ilmu pengetahuan yang berbasis teknologi yang bisa dipelajari melalui beragam cara di beragam lembaga pendidikan, termasuk mempelajarinya melalui kepramukaan. Menerapkan Fotografi sebagai materi latihan kepramukaan harus mempertimbangkan 5 aspek yaitu : Prinsip Dasar Pendidikan Kepramukaan; Metode Kepramukaan; Kode Kehormatan Pramuka; Motto Gerakan Pramuka; dan Kiasan Dasar Pendidikan Kepramukaan. 
  • Dengan 5 aspek itu maka latihan forografi tidak semata-mata menjadi urusan latihan ketrampilan, tetapi juga bisa didesain sebagai latihan pengembangan soft skill (pendidikan karakter) dan life skill (ketrampilan untuk menghadapi hidup dan kehidupan) para pramuka. 
  • Untuk dapat mengelaborasi dan mengimplementasikan nilai lebih metode kepramukaan dalam latihan Fotografi dibutuhkan "kreativitas" para Pembina Pramuka dalam menyusun rencana latihan, melaksanakan latihan, mengevaluasi latihan dan menyusun program atau rencana tindak lanjut (out put dan out come pendidikan). Uraian di bawah ini ingin menjelaskan sebuah model tentang nilai lebih latihan fotografi dengan metode kepramukaan. Selebihnya Kakak-kakak Pembina diharapkan dapat mengembangkannya untuk beragam materi latihan lainnya.
Narasumber
  • Mengingat fotografi merupakan ketrampilaN khusus dan berdimensi luas, maka Para Pembina Pramuka yang tidak memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang cukup sebaiknya menjalin kerjasama dengan para profesional sebagai narasumber atau instruktur latihan. Mereka itu bisa diminTai bantuan baik secara individu, atas nama komunitas, organisasi profesi tertentu (jurnalis foto, fotografer profesional, dll), kerjasma dengan lembaga kampus fotografi atau lembaga pendidikan lain (kursus, smk, dll), atau menjalin kerjasma dengan lembaga pemerintah (BLK, Humas Pemda, dll). Kerjasama ini bisa bersifat volunter atau kerjasma profesional dengan memberikan imbalan yang layak.
Perencanaan
  • Para pembina bekerjasama dengan narasumber menyusun perencanaan latihan baik dari aspek tujuan, materi dan program latihan, waktu pertemuan, metode latihan, sarana dan prasarana, hingga out put dan out comes yang diharapkan dari paa peserta didik.
  • Pada aspsek penyusunan tujuan latihan, agar mencerminkan penerapan metode kepramukaan maka tujuan harus disusun secara komprehensif yang meliputi tujuan peningkatan pengetahuan, perubahan sikap dan tujuan penguasaan ketrampilan baru. Para peserta didik tidak hanya diharapkan memiliki pengetahuan, dan ketrampilan fotografi, tetapi juga berkembang sikap atau karakternya misalnya mampu menggunakan foto yang dihasilkannya sebagai media apresiasi, advokasi, edukasi dan informasi baik tentang cinta tanah air, lingkungan, kesetiakawanan, kejujuran dsb. 
  • Setelah tujuan ditetapkan, kakak pembina beserta narasumber ahli menyusun materi dan program latihan. Terdapat 3 kelompok besar dalam pelatihan fotografi yaitu : pertama kelompok materi untuk penguasaan teknis atau kemampuan mengoperasikan teknologi kamera dari beragam jenis misalnya kamera DLSR, kamera pocket, kamera HP, dsb. Kedua, kelompok materi artistik visual misalnya angle, komposisi, size, visual efek (rekayasa shuter speed & diafragma), sofware olah foto (photoshop, dll) dsb. Ketiga kelompok materi komunikasi visual yaitu materi penggunaan foto untuk kepentingan jurnalistik, traveling, dokumentasi kegiatan, olahraga dan juga misalnya dari aspek fungsi fotografi untuk informasi, edukasi, advokasi, dll. 
  • Tahap selanjutnya adalah penetapan waktu pertemuan misalnya pertemuan tatap muka 30 menit/minggu selama 6 kali latihan, tugas beregu diberikan melalui media on line (on line tutorial) 30 menit/minggu, tugas konsultatif dan problem solving bisa diberikan setiap saat melalui group wa, bbm, fb, twiter, dll. Waktu latihan tatap muka yang 30 menit/minggu harus menjadi bagian dari latihan rutin pramuka jadi tetap harus ada upacara buku - tutup, permainan pendidikan, nasehat kakak pembina, olah raga ringan, nyanyi, tepuk tangan, dsb.
Rancangan Evaluasi : Out put & Out Comes
  • Kakak Pembina juga harus menetapkan out put dari program latihan fotografi misalnya, peserta didik bisa mengambil foto sesuai dengan standar SKK (jika sudah ada SKK yang sesuai dengan perkembangan terkini, misalnya SKK Digital Photografi ?) sehingga berhak memperoleh TKK Fotografi. Jika SKK dianggap belum memadai dengan trend terkini, Kakak Pembina bisa menetapkan out put lain misalnya peserta didik mampu mengoperasikan kamera foto dari beragam platform (DSLR, poket, HP) untuk menghasilkan foto yang sesuai standar teknis, standar artistik dan komunikatif.
  • Kakak Pembina juga harus menetapkan out comes latihan berdasar out put yang ditetapkan, misalnya peserta didik mampu memanfaatkan foto yang dihasilkan sebagai media komunikais visual nilai-nilai Kode Kehormatan Pramuka baik dalam format foto advokasi, informasi maupun edukasi. Sehingga dengan itu, foto karya peserta didik layak dipamerkan dalam sebuah pameran foto yang bergengsi dan juga menarik perhatian khalayak untuk memiliki foto tersebut baik dalam sebuah kegiatan lelang, kegiatan amal maupun pameran.
Pelaksanaan : Penerapan Metode Proyek
  • Ciri lain penerapan latihan fotografi dengan metode kepramukaan adalah penerapan sistem beregu, penerapan metode proyek dan penanaman nilai-nilai kode kehormatan pramuka. Selama pelatihan berlangsung hendaknya diterapkan sistem kerja kelompok dalam menyelesaikan tugas-tugas pelatihan. Evaluasi juga dilakukan disamping menilai perkembangan kemampuan pribadi juga perkembangan kerja kelompok. 
  • Dalam hal implementasi metode proyek, Kakak Pembina mulai dari awal pelatihan harus sudah menetapkan program akhir dari latihan fotografi ini yang berupa sebuah "proyek", misalnya terselenggaranya "Pameran dan Foto Pramuka" dengan tema "Kode Keormatan Pramuka : Indahnya Perdamaian". Tiap kelompok ditugaskan menyusun proyek untuk menghasilkan foto-foto sesuai materi dan tema yang ditetapkan dengan menonjolkan aspek visual implementasi nilai-nilai kode kehormatan pramuka di alam nyata. 
  • Kakak Pembina dan Narasumber harus intensif mendampingi tiap kelompok peserta didik agar menghasilkan foto sesuai harapan. Meski perencanaan dilakukan oleh peserta didik sendiri, Kakak pembina dapat mengarahkan agar tiap kelompok menyusun tema yang berbeda misalnya ada yang memamerkan fotografi untuk advokasi lingkungan dengan tema "Ketika Hutan dan Sungaiku Menangis", atau kelompok lain yang mengusung tema foto informasi human interes "Sehari di Panti Jompo, Ketika Cinta Orang Tua Tak Berbalas", bisa juga kelompok lain lagi yang membuat fotografi bertema edukasi "Terampil itu tidak harus punya 2 tangan" rangkaian foto yang menunjukan para difable bekerja dengan gigih, dst, dst, masih terdapat ratusan tema lain yang bisa dielaborasi.
Pameran dan Lelang Foto
  • Dengan dibantu oleh kakak pembina dan narasumber, para peserta didik dilatih merancang sebuah kegiatan pameran dan lelang foto dengan standar pengorganisasi yang profesional (penataan ruang, promosi, iklan, penataan koleksi, dll). Kegiatan inipun sekaligus sebagai sarana berlatih mengorganisasikan sebuah kegiatan pameran dan lelang foto yang membutuhkan ketrampilan khas (jangan terus-terusan berlatih organisasi perkemahan, tidak jelek tapi bisa bosan, mati gaya, hehe ...). Pameran foto bisa diselenggarakan di gudep dengan menghadirkan orang tua dan penonton umum. Bisa juga diselenggarakan di sarana-sana publik misalnya balai kota, gedung pramuka, sanggar seni budaya, dll. Kegiatan lelang juga bisa diselenggarakan bersamaan dengan pameran atau menyelenggarakan dengan waktu khusus, hasil lelang bisa dijadikan sebagai kas Gudep, untuk amal, bantuan sosial, dsb.
Penutup : Tematik komprehensif
  • Dari uraian model pelatihan fotografi di atas tampak bahwa metode kepramukaan sangat terbuka untuk mengemas sebuah meteri latihan tematik secara komprehensif (end to end) baik dari aspek tujuan, materi dan program latihan hingga dampak perubahan positip peserta didik dari mulai dampak meningkatan pengetahuan dan skill hingga dampak peningkatan perkembangan sikap positip peserta didik. Jadi sebenarnya sebelum ada Kurikulum 2013 yang bersifat tematik, metode kepramukaan telah memilikinya jauh hari sebelumnya. Kenapa metode ini tidak berkembang, banyak faktor penyebab, dan tulisan ini tidak kompeten untuk menjawab, karena jawaban terhadap hal itu merupakan ranah para dewa (pengambil kebijakan pembinaan dan pengembangan pendidikan kepramukaan), hehe .... Tks. Salam. (Bersambung - Anis Ilahi Wh).

Kamis, 02 Juli 2015

Urban Scouting : Tindakan-tindakan yang disebut Tindakan Pendidikan Kepramukaan


image : sristrundia.com

catatan ensiklopedia on line

Urban Scouting :
TINDAKAN-TINDAKAN YANG DISEBUT 
TINDAKAN PENDIDIKAN KEPRAMUKAAN (7A)

Oleh :
Anis Ilahi Wh (Ketua DKD Kwarda DIY 1987 - 1991)


 Pengantar
  • Bagian 7 ini adalah tulisan akhir yang akan memaparkan beberapa contoh jenis kegiatan urban scouting baik sebagai sebuah model maupun simulasi. Namun demikian agar pembahasannya memiliki pijakan yang kuat dan jelas, tulisan ini ingin diawali dengan membahas Tindakan-tindakan Manusia yang Disebut sebagai Tindakan Pendidikan Kepramukaan. Jika demikian apakah ada sebuah tindakan yang disebut bukan sebagai sebuah tindakan pendidikan, apakah juga ada sebuah tindakan yang meski dilaksanakan dalam lingkungan pendidikan kepramukaan (berseragam, misalnya) namun tidak selaras dengan tindakan pendidikan kepramukaan, jawabnya sangat mungkin, ada !.
Tindakan Pendidikan Kepramukaan
  • Secara ringkas sebuah tindakah manusia disebut dengan tindakan pendidikan kepramukaan jika memiliki ciri-ciri sbb : dilakukan oleh orang dewasa (yang memenuhi syarat) kepada anak dan remaja (peserta didik), memiliki perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi yang komprehensif serta tindakan itu disusunn untuk mencapai tujuan yaitu perubahan perilaku dan peningkatan ketrampilan peserta didik.
  • Secara konseptual sebuah tindakan disebut sebagai tindakan pendidikan kepramukaan jika mengacu pada 5 elemen dasar yaitu Prinsip Dasar Pendidikan Kepramukaan; Metode Kepramukaan; Kode Kehormatan Pramuka; Motto Gerakan Pramuka; dan Kiasan Dasar Pendidikan Kepramukaan.
  • Dengan demikian secara ringkas dapat pula dinyatakan bahwa proses atau katakanlah sebuah kegiatan yang tidak memenuhi syarat-syarat semacam di atas tidak bisa disebut sebagai tindakan pendidikan kepramukaan meski dilakukan di lingkungan organisasi pendidikan kepramukaan sekalipun. Tindakan yang seperti itu bisa dikategorikan hanya sebagai program, kegiatan, proyek atau tindakan menejemen organisasi (aksi korporasi/ institusi).
Kedudukan Manusia dalam Tindakan Pendidikan Kepramukaan
  • Secara ringkas terdapat dua kategori kedudukan manusia dalam tindakan pendidikan kepramukaan yaitu orang dewasa sebagai pendidik serta anak dan remaja sebagai peserta didik. Orang Dewasa yang telah memiliki kualifikasi dan kompetensi yang diraih melalui keikutsertaannya dalam kursus-kursus pembina pramuka diberagam jenjang disebut dengan Pembina Pramuka, mereka inilah penanggungjawab utama dalam proses pendidikan kepramukaan. Namun demikian orang dewasa yang memiliki rekam jejak kehidupan inspiratif, kemampuan dan skill yang bermanfaat, memiliki wisdom dan kebijakan hidup tetap dapat menjadi nara sumber pendidikan kepramukaan tentu tetap bekerjasama dengan pembina pramuka.
  • Dalam proses pendidikan kepramukaan peserta didik disebut sebagai input yang memiliki kedudukan sentral. Mereka ini dikelompokan dalam sebutan siaga, penggalang, penegak dan pandega dan tidak diperlakukan sebagai sebuah "kertas yang kosong" yang pasif dan siap dilukis apa saja, namun mereka adalah pribadi yang memiliki aspirasi, motivasi, cita-cita baik karena pengaruh lingkungan, media komunikasi dan informasi maupun pendidikan oleh lembaga lain. Oleh sebab itu BP selalu menekannya pentingnya menyusun program pendidikan kepramukaan dengan lebih dulu melakukan "ask the boy". Pandangan serupa juga sejalan dengan terminologi ajaran Islam yaitu pandangan Umar Bin Khatab salah satu sahabat Rosul Muhammad yang menyatakan "Didiklah anak-anakmu, karena mereka akan hidup pada zaman yang berbeda dengan zamanmu”.
Proses Tindakan Pendidikan Kepramukaan
  • Proses tindakan manusia disebut tindakan pendidikan kepramukaan jika memiliki ciri-ciri sbb :
  • Memiliki Tujuan : Sebuah tindakan disebut dengan tindakan pendidikan kepramukaan jika dilaksanakan untuk mencapai tujuan pendidikan kepramukaan yang telah ditetapkan, Tujuan pendidikan kepramukaan secara khusus juga mengarah pada ranah perubahan perilaku dan sikap peserta didik serta peningkatan kompetensi dan ketrampilan peserta didik. Perubahan perilaku dan sikap dimaksud adalah agar para peserta didik memahami, menghayati dan mampu menerapkan nilai-nilai yang terkandung dalam Kode Kehormatan Pramuka serta memiliki kompetensi di bidang ketrampilan tertentu sesuai minat dan bakatnya. Sehingga dengan demikian para peserta didik memiliki perilakup hidup yang positip serta memiliki kompetensi dan ketrampilan untuk mendukung kehidupannya baik sebagai pribadi, mahluk Tuhan, mahluk sosial maupun sebagai warga negara.
  • Memiliki perencanaan untuk mencapai tujuan : pencapaian tujuan pendidikan kepramukaan harus dilakukan secara bertahap, oleh sebab itu tindakan pendidikan kepramukaan harus terencana, teratur dan terarah baik dari segi waktu, materi, metode, media, sarana dan prasarana, lokasi, nara sumber maupun alat-alat kebutuhan pendidikan lainnya.
  • Terlaksana sesuai rencana : pelaksanaan tindakan pendidikan kpramukaan harus mengacu pada rencana yang telah disusun secara komprehensif. Pelaksanaan pendidikan kepramukaan tidak boleh dilaksanakan dengan cara improvisasi dan sekenanya karena akan menghambat proses pencapaian tujuan. Disamping itu terdapat 3 syarat tindakan disebut sebagai tindakan pelaksanaan pendidikan kepramukaan yaitu (a) modern: selalu mengikuti perkembangan; (b) asas manfaat: kegiatan yang memperhatikan manfaatnya bagi peserta didik; (c) asas taat pada kode kehormatan: sehingga dapat mengembangkan watak/karakternya.
  • Memiliki instrumen evaluasi : setiap tahap atau materi harus memiliki instrumen evaluasi. Hasil evaluasi berguna bagi Pembina untuk menyempurnakan pelaksanaan latihan berikutnya, juga berguna bagi peserta didik. Peserta didik yang berhasil meraih prestasi diberi penghargaan berupa TKU, TKK atau jenis penghargaan lain (piagam, badge, kaos, souvenir, dll).Yang belum berhasil dimotivasi dan diberikan pendampingan hingga sukses meraih standar prestasi sesuai kemampuan optimalnya, bukan sesuai standar yang ditetapkan Pembina.
Nilai Lebih Berlatih Photografi
dengan Metode Pendidikan Kepramukaan

  • Uraian di atas sebenarnya terkait dengan sebuah pertanyaan dari seorang Kakak Pembina Pramuka ke inbox saya, sbb : "Belajar Photografi kan bisa di lembaga kursus atau lembaga pendidikan lainnya, kalau belajar morse dan semaphore kan tidak ada lembaga kursus atau lembaga pendidikan lainnya, itu khas pramuka, bagaimana menurut Kakak ?" hehe ... luar biasa, ngetes atau serius nih pertanyaannya, Kak. Yang mengajukan pertanyaan dan kebetulan baca tulisan ini jangan senyum-senyum lo ya, Kakak telah membuat saya berkeringat dingin .. awas, hehe .. Ini pertanyaan yang menantang, mesti dijawab secara bijak, argumentatif dan memiliki pijakan kokoh atas dasar metode kepramukaan dan prinsip dasar pendidikan kepramukaan. Jawabannya kita sambung pada tulisan berikutnya saja ya, hehe ... Salam. Anis Ilahi.

Selasa, 30 Juni 2015

Urban Scouting : Menejemen Urban Scouting Skills (6C)



 catatan ensiklopedia on line

Urban Scouting :
MENEJEMEN URBAN SCOUTING SKILLS (6C)

oleh : 
Anis Ilahi Wh 
(ketua dkd kwarda diy 1987-1991)



Pengantar
  • Merujuk pada buku "AIDS TO SCOUTMASTERSHIP" A Guidebook For Scoutmasters On The Theory of Scout 1920 By BP Founder of the Boy Scout Movement, disebutkan terdapat 4 empat cabang penting materi latihan kepramukaan untuk mencapai tujuan pelatihan menjadi warga negara yag aktif, kreatif dan produktif. Keempat cabang itu yaitu : pendidikan karakter, pendidikan kesehatan dan kesemaptaan jasmani, pendidikan kerajinan dan ketrampilan serta pendidikan pengabdian atau "pelayanan kepada orang lain".
  • Keempat cabang atau materi pendidikan tersebut harus terus dikembangkan sesuai dengan kebutuhan, tantangan dan apsirasi peserta didik. Urban Scouting Skills merupakan bentuk "interpretasi" salah satu dari ke empat cabang pendidikan kepramukaan yang digariskan Badenn Powel khususnya pada bidang ketrampilan dan kerajinan. Interpretasi itu didasarkan pada perkembangan tantangan zaman, perubahan lingkungan, dan tumbuhnya aspirasi baru para peserta didik berupa tumbuhnya jenis-jenis ketrampilan baru yang ada disekitar kehidupan peserta didik yang akan bermanfaat bagi kehidupannya di masa kini, esok dan kelak kemudian hari.
Ruang Lingkup Materi
  • Pendidikan Kepramukaan bermuara kepada terbentuknya pribadi yang sukses baik dalam kehidupan diri sendiri maupun eksistensinya sebagai warga negara yang baik dan bertanggungjawab. Berdasarkan hasil penelitian Harvard University Amerika Serikat, ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh penguasaan pengetahuan dan kemampuan ketrampilan teknis (hard skill) saja, tetapi juga oleh kemampuan penguasaan mengelola diri sendiri dan orang lain, karakter (soft skill). Bahkan penelitian ini mengungkapkan kesuksesan hidup justru ditentukan sekitar 20% oleh penguasaan hard skill dan 80% penguasaan soft skill. 
  • Urban scouting skills yang secara ringkas dapat diterjemahkan sebagai materi bidang ketrampilan dan kerajinan berbasis "budaya atau alam kota" dengan sendirinya hanya merupakan faktor pelengkap atau pilihan materi pendidikan kepramukaan bagi para peserta didik. Sebagaimana sifat pendidikan kepramukaan yang menekankan pendidikan karakter maka yang utama adalah pendidikan pengembangan soft skills dengan 21 paramter karakter yang telah disebutkan pada tulisan sebelumnya.
Peran Pembina
  • Luas dan beragamnya materi "urban scouting skills" dari mulai pendidikan ketrampilan dalam bentuk urban survival, urban community development services, ekonomi kreatif, urban hobies, urban profesi, job creation berbasis SAKA dan TKK, teknologi tepat guna, karya nnovasi teknologi sederhana, digital literacy, hingga kewirasusahaan dan enterpreneurship tentu tidak mungkin dikuasasi sepenuhnya oleh para Pembina Pramuka.
  • Dalam kaitan dengan penerapan pelatihan urban scouting skills maka para Pembina Pramuka, pertama menentukan fokus dan pilihan jenis ketrampilan apa yang akan dikembangkan di satuan atau gudepnya. Tentu penentuan fokus atau pilihan ini juga atas dasar kesepakatan atau kebutuhan peserta didik dan kemampuan satuan, serta ketersediaan waktu. Tidak harus semua jenis ketramapilan menjadi materi latihan.
  • Kedua, para Pembina diharapkan mampu menjalin kerjasama dan menjadikan potensi yang ada disekitar gudep baik masyarakat (orang tua, atau saudara peserta didik yang ahli) maupun aparat dan fasilitas pemerintah untuk dijadikan sebagai nara sumber latihan (Instruktur tamu). Para Pembina Pramuka bertanggungjawab untuk mengemas kegiatan latihan yang diberikan oleh para Instruktur Tamu tersebut agar tetap sesuai dengan Prinsip Dasar dan Metode Kepramukaan.
Peran Kwartir
  • Peran Kwartir tentu sangat dominan dari mulai aspek kebijakan hingga aspek operasional dalam menopang penyelenggaraan pendidikan ketrampilan kepramukaan berbasis alam dan budaya kota. Pada aspek kebijakan, Kwartir seyogyanya mulai mempertimbangkan materi "urban scouting skills" sebagai bagian dari SKU dan SKK, adanya kebijakan yang menetapkan SKU dan SKK yang berlaku secara nasional namun ada ada yang disusun dan hanya berlaku untuk daerah tertentu (desentralisasi). Sehingga dengan demikian kekhasan ketrampilan kepramukaan untuk masing-masing kota/wilayah dapat dikembangkan dengan lebih baik. 
  • Kwartir seyogyanya juga mengeluarkan bahan latih baik yang bersifat cetak (buku modul), multi media (digital book) maupun media pelatihan on line (berbasis web,aplikasi, medsos, dll) untuk panduan para pembina pramuka di lapangan dalam menerapkan pelatihan kepramukaan berbasis "Urban Scouting Skills" yang cukup kompleks dan beragam. 
  • Pada tataran operasional Kwartir hendaknya menjalin kerjasama dengan instansi pemerintah agar para peserta didik pramuka bisa memanfaatkan fasilitas dan staf pemerintah sebagai media dan nara sumber latihan ketrampilan "urban scouting skills". Fasilitas tersebut misalnya Balai Latihan Kerja, Pusat Pengembangan Iptek, Sanggar Seni Budaya, Pusat Pengembangan Ekonomi Kreatif, Pusat Kuliner, Pusat Bahasa, Pusat Pengembangan Ekonomi Kreatif, Daerah Tujuan Wisata, Museum, dan lembaga-lembaga lain. 
  • Kwartir hendaknya dapat pula mengembangkan kerjasama dengan instansi swasta, komunitas hobies, perkumpulan profesi, tempat wisata, perusahaan swasta, dsb agar bersedia menjadi salah satu media dan nara sumber latihan pramuka. Mengacu pada kesuksesan program "Indonesia Mengajar" yang digagas Mendikbud Anis Baswedan, tentu sangat terbuka peluang untuk menghadirkan para "bankers, pengusaha sukses, chef, pelukis, komik, sutradara, jurnalis, photographer, artis, komedian, bikers, dsb" sebagai nara sumber latihan pramuka.
Penutup
  • Menghadirkan latihan kepramukaan yang menarik dan kekinian, tidak akan mampu jika tidak memanfaatkan potensi pemerintah, masyarakat dan potensi lingkungan pendidikan lainnya. Sifat pendidikan kepramukaan yang terbuka, sukarela dan "community education bases" menghendaki adanya peran strategis dari seluruh pemangku kepentingan (pemerintah dan masyarakat) untuk ikut bertanggungjawab terhadap kelangsungan dan kualitas proses pendidikannya. 
  • Inisiatif dari segenap pemangku kepentingan perlu kembali ditumbuhkan dan dikembangkan jika ingin pendidikan kepramukaan maju, modern, adaptif dan berkorelasi dengan tantangan-tangan nyata para peserta didik kini, esok dan dikelak kemudian hari. Menjadikan urusan pendidikan kepramukaan hanya ditangan kwartir dan pemerintah, bisa dikatakan menyalahi khitah dan akan keberatan beban. Salam. Bersambung. (Anis Ilahi).
     
     
Lihat topik/entry terkait :

Jumat, 19 Juni 2015

Urban Scouting : Antara Ketrampilan Hidup di "Alam Bebas" dan Ketrampilan Hidup di "Alam Kota" (6b)


image : in2eastafrica.net


catatan ensiklopediapramuka on line :

URBAN SCOUTING :
ANTARA KETRAMPLAN HIDUP DI "ALAM BEBAS" DAN
KETRAMPILAN HIDUP DI "ALAM KOTA" (6B)

Oleh :
Anis Ilahi Wh  (Ketua DKD Kwarda Yogya 1987 - 1991)



Pengantar
  • Merujuk pada Buku Panduan Kursus Pelatih Pramuka Mahir, yang diterbitkan Kwarnas Gerakan Pramuka (2011) disebutkan bahwa kegiatan pendidikan kepramukaan merupakan kegiatan di alam terbuka (outdoor activity) yang mengandung dua nilai, yaitu : Nilai formal, atau nilai pendidikan yang terkait dengan pembentukan watak (character building ), dan Nilai materiil, atau yang terkait dengan pendidikan nilai kegunaan praktisnya. Dengan kata lain pendidikan kepramukaan memiliki dimensi pendidikan soft skills (pendidikan karakter/pendidikan nilai-nilai) dan hard skill (ketrampilan praktis).
  • Dalam penerapannya di lapangan, pendidikan kepramukaan dalam kaitan dengan pendidikan soft skills atau pendidikan karakter jauh lebih maju dibanding dengan pendidikan hard skill atau pendidikan ketrampilan. Materi, media dan metode pendidikan soft skill jauh lebih banyak tersedia termasuk sumber daya pendukung kependidikanya seperti ketersediaan pembina dan pelatih (lihat tulisan sebelumnya tentang 21 paramater pendidikan soft skills).
  • Tidak demikian halnya dengan pendidikan hard skill (pendidikan ketrampilan), pendidikan kepramukaan tampak gamang menyiapkan pilihan materi, metode dan media pendidikannya. Satuan Karya dan SKK-TKK yang sebenarnya merupakan salah satu bentuk inovasi pendidikan hard skill kurang tampak berkembang secara masif, oleh karena keterbatasan logistik, sumberdaya (instruktur) maupun metode, materi dan media latih yang sesuai dengan apsirasi anak dan remaja khususnya anak dan remaja di wilayah perkotaan. Harus diakui sejumlah SKK dan TKK terlambat dikembangkan sesuai kemajuan zaman, karena hingga saat inipun masih ditemukan misalnya SKK dan TKK mengirim wesel pos, teknologi pengiriman uang yang sudah tidak dikenal lagi pada saat ini.

Traditional Scouting Skills
  • Dalam hal pendidikan ketrampilan, pendidikan kepramukaan masih terpaku pada ketrampilan penguasaan morse dan isyarat, semaphore, tali temali, pionering, peta pita, peta panorama dan sejumlah jenis ketrampilan lain, yang sering dikategorikan sebagai "traditional scouting skills". Pilihan ini tidak salah namun harus diakui kurang relevan dan kurang mengundang minat khususnya untuk anak dan remaja perkotaan yang terbiasa berhadapan dengan beragam jenis "pendidikan ketrampilan" yang sangat menantang dan relevan dengan kehidupannya baik di masa kini maupun masa depan, misalnya ketrampilan industri kreatif (musik, fashion, kuliner, film, animasi).
  • Pada awalnya BP menggulirkan pendidikan kepanduan memang untuk anak-anak kota dengan menjadikan "alam bebas" sebagai arena dan media latihan. Dalam konteks seperti itu maka ketrampilan-ketrampilan "kehidupan di alam bebas" menjadi salah satu meteri dan kompetensi yang harus dimiliki peserta didik agar "survive" hidup di alam bebas. Diantara beragam ketrampilan untuk hidup di alam bebas itu adalah jenis-jeniss ketrampilan traditional scouting yang disebutkan di atas. 
  • Melalui penguasaan ketrampilan traditional scouting itulah - pendidikan karakter dengan menggunakan "alam bebas" sebagai media latih ditanamkan. Para Pramuka dilatih agar bisa survive di alam bebas harus menguasai ketrampilan (hard skills) pionering, semaphore, tali - temali dsb, serta memiliki sikap dan karakter positif (soft skills) seperti kedisiplinan, kemandirian, keberanian, kerjasama, kepemimpinan, kecermatan, dsb. Jadi traditional scouting skills pada dasarnya adalah ketrampilan untuk "hidup di alam bebas"

Urban Scouting Skills
  • Urban scouting adalah pendidikan kepramukaan dengan menjadikan "alam kota" sebagai arena dan media latih dengan berpegang teguh pada filosofi, nilai-nilai dan prinsip dasar pendidikan kepanduan yang digagas oleh BP dan dikembangkan atas dasar kearifan dan tantangan lokal oleh Bapak Pramuka Indonesia, Sri Sultan Hamengkuwubowo IX. Pemikiran ini dilandasi bahwa aspirasi anak dan remaja kota sudah sedemikian kompleks, beragam dan jauh kedepan sehingga memerlukan "layanan pendidikan kepramukaan yang tidak hanya berbasiss pada alam bebas dengan segenap dimensinya namun juga berbasis alam kota tempat mereka sehari-hari tinggal, tumbuh dan berkembang". Urban scouting adalah pendidikan kepramukaan yang memanfaatkan "alam bebas" dan "alam kota" secara bersama-sama, saling melengkapi untuk menghadirkan kegiatan kepramukaan yang inovatif, kreatif, rekreatif, relevan dan dekat dengan lingkungan peserta didik.
  • Pada tataran "soft skills" urban scouting tetap menggunakan segenap media, materi dan metode pendidikan kepramukaan yang selama ini dikenal seperti kiasan dasar, upacara sebagai media pendidikan, permainan yang mengandung pendidikan, halang rintang, cerita - nyanyi dan tepuk tangan, perkemahan, penjelajahan, bivak, sistem beregu, dsb. Pada aspek pendidikan karakter atau soft skills - urban scouting cukup menggunakan instrumen-isntrumen pendidikan kepramukaan yang sudah ada. Justru disinilah kelebihan pendidikan kepramukaan memliki sumber daya latihan pendidikan karakter yang melimpah.
  • Namun demikian pada tataran "hard skills" urban scouting perlu merumuskan kembali ketrampilan-ketrampilan baru melengkapi ketrampilan-ketrampilan tradisional yang selama ini sudah dikenal. Terlalu terpaku pada ketrampilan tradisional akan menyebabkan pendidikan kepramukaan tidak menarik karena tidak lagi relevan dengan lingkungan hidup para peserta didik. Dalam kaitan ini terdapat sejumlah materi pendidikan ketrampilan yang bisa dijadikan sebagai materi "Urban Scouting Skills" (lihat pada tulisan urban sscouting sebelumnya).
 Manajemen Urban Scouting Skills
  • Penerapan "urban scouting skills" membutuhkan pendekatan menejemen gugusdepan dan kwartir yang baru dan membutuhkan kompetensi baru para pembina pramuka. Beragamnya bentuk dan sifat "urban souting skills" tentu tidak mungkin dikuasai oleh seorang pembina pramuka juga tidak mungkin hanya dikelola oleh jajaran kwartir. 
  • Dalam kaitan dengan hal di atas maka perlu : dikembalikan konsep pendidikan kepramukaan sebagai pendidikan yang terbuka, pembentukan jaringan supporting pendidikan kepramukaan berbasis masyarakat dan pemerintah (memaksimalkan kembali peran andalan dan mabi), perlu menghidupan kembali korps instruktur ditingkat kwaran/kawrcab yang melayani gudep-gudep seperti : korps Instruktur IT Pramuka, Instruktur Kewirausahaan, Instruktur Digital Literacy, Instruktur Fashion, Instruktur Kuliner, Instruktur Hidroponik, Instruktur Solarcel, dsb, juga perlu diaktifkan kembali sanggar-sanggar latihan pramuka yang beragam (semua hal ini akan dijelasakan pada topik selanjutnya) - (Bersambung) - Salam. Anis Ilahi Wh.

Lihat entry/topik terkait :

Kamis, 28 Mei 2015

Urban Scouting : Potensi Kota Sebagai Lingkungan Pendidikan Kepramukaan (6A)





catatan ensiklopediapramuka on line :

URBAN SCOUTING : POTENSI KOTA SEBAGAI LINGKUNGAN
PENDIDIKAN KEPRAMUKAAN (6A)

Oleh : Anis Ilahi Wh
(Ketua DKD Kwarda DIY, tahun 1987 - 1991)
 

Pengantar

  • Merujuk pada Buku Panduan Kursus Pelatih Pramuka Mahir, yang diterbitkan Kwarnas Gerakan Pramuka (2011), maka Pendidikan Kepramukaan disebut sebagai proses pendidikan yang praktis, di luar sekolah dan di luar keluarga yang dilakukan di alam terbuka dalam bentuk kegiatan yang menarik, menantang, menyenangkan, sehat, teratur dan terarah, dengan menerapkan Prinsip Dasar Kepramukaan dan Metode Pendidikan Kepramukaan, yang sasaran akhirnya adalah terbentuknya kepribadian, watak, akhlak mulia dan memiliki kecakapan hidup.
  • Proses pendidikan di luar sekolah dan di luar keluarga serta berlangsung di alam terbuka, merupakan dua aspek penting yang terkait dengan upaya pengembangan urban scouting. "Kota" dengan segenap sisinya merupakan "alam terbuka" bahkan bisa dikatakan sebagai "buku dengan halaman tak terbatas" yang dapat menjadi sumber belajar atau latihan pramuka yang menarik, menantang, menyenangkan, sehat, teratur dan terarah dan berkorelasi erat dengan aspirasi anak dan remaja yang ada didalamnya termasuk anak dan remaja peserta didik Gerakan Pramuka.
  • Kiranya harus disadari bersama bahwa "menjauhkan" proses kegiatan dan latihan dengan "alam/lingkungan terdekat" peserta didik merupakan salah satu faktor tidak menariknya pendidikan kepramukaan. Anak kota idealnya berlatih dengan sumber alam/lingkungan kota tempat ia berpijak disamping juga berlatih dengan sumber alam/lingkungan bebas, alam hutan, alam rimba, alam kampung, dsb. Demikian pula sebaliknya.

Hubungan Gudep dan Lingkungan Kota

  • "Lingkungan kota" dapat melengkapi "keterbatasan lingkungan gugusdepan" sebagai arena berlatih kepramukaan, baik secara fisik maupun non fisik. "Lingkungan fisik gugusdepan di perkotaan" yang cenderung sempit dan terbatas tidak ideal sebagai arena latihan kepramukaan yang menekankan proses belajar di alam terbuka. Oleh sebab itu dalam konsep "urban scouting", gugusdepan dioptimalkan hanya sebagai "pangkalan pelaksanaan tugas administratif, titik berkumpul, titik kordinasi, titik perencanaan, dsb" adapun implementasinya menyebar di seantero kota dengan segenap variasi kegiatannya sesuai dengan target dan sasaran pelatihan yang ditetapkan para Pembina Pramuka.
  • "Lingkungan non fisik gugusdepan" dengan 1 Kakak Pembina melaksanakan segala hal untuk mengurus satuan, juga cenderung tidak mampu mengakomodir kebutusan peserta didik yang sangat beragam. Lingkungan kota dapat melengkapi kekurangan lingkungan non fisik gugusdepan terutama dalam hal menjadi sumber inspirasi latihan, media latihan, narasumber latihan, materi latihan, sarana prasarana latihan, agenda latihan, dsb.

Kota Pramuka & Susbtansial Branding
  • Jika setiap akhir pekan taman-taman atau ruang terbuka hijau di kota dipenuhi oleh para pramuka berlatih beragam kegiatan "soft skill dan hard skill" dengan serius, produktif, kreatif dan riang gembira, sarana-sarana transportasi umum (bus, kereta, angkot) berisi para pramuka yang sedang berlatih "penjelajahan" mengenal kotanya dengan beragam tugas, lingkungan kota (sungai, pasar, jembatan, trotoar, dll) berisi para pramuka yang sedang berbakti untuk menyelesaikan SKU, tokoh-tokoh masyarakat yang dituakan di kota itu dikunjungi oleh para Pramuka untuk berbagi cerita tentang nilai-nilai dan kebaijkan hidup, taman makam pahlawan, situs sejarah, kota tua dikunjungi oleh para pramuka yang sedang belajar sejarah, maka dengan itu semua suasana kota akan menjadi sebuah "Kota Pramuka" yang membanggakan.
  • Dengan model latihan semacam di atas maka akan membangun "trust" masyarakat luas kepada pendidikan kepramukaan. Jika sudah tumbuh "trust" maka dukungan akan mengalir deras diminta atau tidak diminta. Dukungan warga kota yang positif akan menjadi tambahan "nara sumber latihan" yang luar biasa. Dengan ini pula maka keberagaman narasumber akan didapatkan dengan mudah sekaligus membantu dalam menciptakan kegiatan kepramukaan yang "inovatif, progresif, relevan dan modern". 
  • Model pemanfaatan kota sebagai lingkungan latihan kepramukaan juga akan membantu meningkatkan citra pramuka. Hal itu karena pemanfaatan tersebut dapat dikategorikan sebagai "substansial branding" yaitu membangun "trust dan care" publik perkotaan terhadap pendidikan kepramukaan melalui "aksi pendidikan yang nyata". Langkah ini lebih efektif dibanding membangun "media branding" yang selama ini cukup mewabah di lingkungan organisasi Gerakan Pramuka. Apalagi jika "media branding" tersebut terjebak pada orientasi "personal branding" maka akan lebih menjauhkan "panggang dari api" alias "daging dan ikan panggangnya tidak matang-matang", padahal sudah lapar semua, hehe .... Salam. Bersambung ke 6B. (Anis Ilahi Wh).


Lihat entry/topik terkait :

Sabtu, 23 Mei 2015

Urban Scouting : Generasi Z, Soft Skills dan Simple Scouting (5C)

Hasil gambar untuk generasi z
image : bhanuaa.blogspot.com

catatan ensiklopediapramuka on line
GENERASI Z, SOFTSKILL & SIMPLE SCOUTING (5C)
Oleh : Anis Ilahi Wh
(Ketua DKD Kwarda XII DIY  1987 - 1991)




Pengantar

Sebagai pendidikan yang berbasis peserta didik sebagaimana Baden Powell - Bapak Pandu Dunia menyatakan "ask the boy" atau sebagaimana Sri Sultan Hamengkubuwono IX - Bapak Pramuka Indonesia menyatakan "Souting involve the active participation of te boys themselves", maka pencermatan dan pemahaman terhaap perkembangan karakter dan aspirasi peserta didik dari masa ke masa merupakan sebuah keniscayaan. Generasi Z merupakan salah satu teori generasi (Generation Theory) yang dapat digunakan sebagai rujukan untuk mengenal perkembangan karakter dan aspirasi peserta didik Gerakan Pramuka.

Sejumlah lembaga pendidikan telah menaruh perhatian mendalam terhadap lahirnya "generasi Z" ini. Hal itu karena generasi ini memiliki tipikal yang sangat spesifik, lahir sebagai akibat pengaruh pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, serta berada dalam lingkungan kehidupan yang sangat komplek baik secara sosial, ekonomi, kebudayaan maupun aspek-aspek kehidupan lainnya. Generasi Z banyak tumbuh di lingkungan perkotaan. Oleh sebab itu pengembangan "urban scouting" mesti mempertimbangkan aspek ini sebagai salah satu faktor penting, karena mereka membutuhkan "layanan pendidikan" yang betul-betul khas.

Generasi Z

Dalam teori generasi (Generation Theory) hingga saat ini dikenal ada 5 generasi, yaitu: Generasi Baby Boomer-lahir 1946-1964, Generasi X-lahir 1965-1980,Generasi Y-lahir 1981-1994, Generasi Z-lahir 1995-2010, dan Generasi Alpha-lahir 2011-2025. Generasi Z disebut juga iGeneration, Generasi Net, atau Generasi Internet. Generasi ini besar di era digital, dengan beragamm teknologi yang komplet dan canggih, seperti: komputer/laptop, HandPhone, iPads, PDA, MP3 player, BBM, dan aneka perangkat lainnya yang dapat digunakan untuk melakukan beragam pekerjaan dan mengakses beragam informasi dari berbagai belahan bumi.

Generasi Z memiliki ciri positip mahir dalam teknologi, mendapatkan informasi dengan mudah dan cepat, berkomunikasi dengan jejaring sosial, multitasking - melakakan banyak pekerjaan dalam waktu yang sama, dan menginginkan segala sesuatu berjalan cepat, serta gemar mendengar musik. Model kerjasama generasi Z sangat unik karena berbentuk kerjasama online atau kerjasama dalam dunia maya. Generasi Z senang dengan persoalan-persoalan yang membutuhkan pengambilan keputusan yang cepat, ditopang data dan memiliki banyak sisi. Andalan mereka adalah internet yang merupakan sumber data dan informasi yang sangat melimpah untuk mendukung pengambilan keputusannya.

Generasi Z memiliki kelemahan, yakni cenderung egosentris dan individualis, instan dan ingin hasil yang cepat, tidak sabar, tidak menghargai proses, kematangan kecerdasan emosional dan sosial yang cenderung rendah meski memiliki kecerdasan intelektual tinggi. Mereka oleh teknologi informasi dibentuk dalam lingkungan "yang jauh jadi dekat - yang dekat jadi jauh". Pernahkah kita melihat "dua remaja yang duduk berdekatan masing-masing sibuk dengan gadetnya-berkomunikasi dengan temannya yang jauh sembari tidak peduli denga sahabat yang ada didekatnya?", itulah salah satu fenomena Generasi Z.

Softskill

Pengembangan "soft skill" atau pengembangan kecerdasan spiritual, emosional dan sosial peserta didik merupakan salah satu potensi dan kekuatan pendidikan kepramukaan yang sangat relevan untuk "mengimbangi" tumbuhnya sifat-sifat negatif generasi Z. Namun demikian dibutuhkan kreativitas para Pembina Pramuka didalam menciptakan dan mengelola KEGIATAN "sofTskills" agar berdampak positip dan membantu pertumbuhan generasi Z memiliki karakter kepribadian yang kuat, baik dan benar.

Salah satu misal, pendidikan kepramukaan harus mampu memadukan dan memberikan pengalaman kepada peserta didik generasi Z apa makna perbedaan kerjasama di dunia maya dengan dunia nyata. Disamping itu pengembangan softskill harus dilaksanakan dengan berpusat pada peserta didik, multitasking, menciptakan kreativitas, menyenangkan dan menantang, relevan, kontekstual, bermuatan nilai, etika, estetika dan logika. (Salah satu contoh, baca seri tulisan ini No 4b - URBAN SCOUTING : SKENARIO URBAN "WIDEGAMES" SEBUAH MODEL. Contoh-contoh lain akan ditulis kemudian).

Simple Scouting

Pada ranah soft skill pendidikan kepramukaan dilaksanakan dengan hal-hal sederhana namun berdampak luar biasa bagi perkembangan pengetahuan, sikap dan ketrampilan peserta didik - itulah apa yang disebut dengan simple scouting. Upacara pembukaan latihan misalnya, sejatinya dapat digunakan sebagai ajang mengembangkan kepemimpinan, kedisiplinan, kerapihan, kecermatan, nasionalisme, keteladanan, kerjasama dsb. Konsep simple souting yang dirancang secara partisipatif dengan peserta didik merupakan sebuah kebutuhan untuk melatih generasi Z ini. Sejumlah ahli pendidikan menyatakan bahwa metode belajar bagi generasi Z paling tidak harus berproses dari mengamati, menanyakan, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan (lihat contoh kegiatan, pada link di bawah ini).

Sangat ideal kiranya jika fenomena Generasi Z ini dibahas secara tuntas dan dirumuskan menjadi kebijakan inovasi pendidikan Kepramukaan. Tugas itu tentu sangat relevan jika ditangani oleh Kwartir yang memiliki sumber daya dan dana cukup, baik untuk melakukan penelitian, perumusan, ekperimen, dan penyebaran kebijakannya. Meski demikian insiatif-inisiatif kecil juga layak dilakukan, seperti yang sedang kita lakukan bersama melalui seri dan diskusi di tulisan ini. Salam. Bersambung.

Urban Scouting : Arah Pengembangan Hard Skills Peserta Didik (5B)


image : linaestianablog.blogspot.con


Catatan ensiklopediapramuka online
 
URBAN SCOUTING :
ARAH PENGEMBANGAN HARD SKILL PESERTA DIDIK (5B)

Oleh :  Anis Ilahi Wh
(Ketua DKD Kwarda XII DIY, 1987 - 1991)



Pengantar


Pada tulisan yang lalu (5A) telah dibahas apa yang disebut dengan soft skill dan life skill. Pendidikan Kepramukaan sangat kaya dengan instrumen (metode, materi dan media) pendidikan soft skill peserta didik. Bahkan terdapat kecenderungan pengembangan intsrumen pendidikan soft skill memperoleh perhatian yang lebih sehingga kemudian pendidikan kepramukaan sangat identik dengan pendidikan karakter.

Pendidikan yang paripurna adalah model pendidikan yang mengembangkan soft skill dan life skill secara seimbang. Peserta didik disamping memperoleh kesempatan mengembangkan kecerdasan spiritual, intelektual dan sosialnya juga memiliki kesempatan untuk mengembangkan kecerdasan kinestetiknya atau kecerdasan berkarya, berkreasi dan berinovasi menghasilkan benda, alat dan barang untuk keperluan hidup dan kehidupannya. Pendidikan life skill sering disebut pula dengan pendidikan kecakapan hidup yang mensyaratkan adanya relevansi, kontekstualisasi dan korelasi degan kebutuhan hidup dan kehidupan peserta didik masa kini.

Jenis-jenis Pendidikan Life Skills

Berdasarkan tuntutan kehidupan anak-anak kota baik untuk kebutuhan masa kini maupun masa depannya, maka pengembangan harda skill dalam "urban scouting" kurang lebih sbb :

Urban Survival : pendidikan kecakapan untuk membekali peserta didik agar dapat hidup dengan layak dan survive di lingkungan perkotaan baik dalam situasi normal maupun darurat. Jenis-jenis pendidikan kecakapan ini seperti penguasaan safety ridding, peta dan lokasi, menejemen pemerintahan kota (pemahaman kantor2 pelayanan publik, dll), kecakapan menghadapi bencana sosial (kerusuhan, kriminalitas, narkoba, kelaparan, kesusilaan dll), kecapakan menghadapi bencana alam (gempa bumi, banjir, rob, dll), kecakapan menghadapi bencana lingkungan (pencemaran, pandemi dan endemi penyakit menular, polusi udara, pemanasan global, krisis energi, dll), serta kecakapan menghadapi bencana kemanusiaan (pengangguran, kemiskinan, anak jalanan, orang jompo, dll).

Ekonomi kreatif : pendidikan kecakapan berbasis pemanfaatan kreativitas, keterampilan serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan dengan menghasilkan dan mengeksploitasi daya kreasi dan daya cipta individu (Kementrian Perdagangan RI, 2005). Ekonomi kreatif disebut pula dengan industri budaya atau industri kreatif terdiri dari bidang-bidang : periklanan, arsitektur, barang seni, kerajinan, desain kreatif, feshion, videografi-film dan fotografi, permainan tradisional dan interaktif, musik, seni pertunjukan, penerbitan dan percetakan, piranti lunak dan aplikasi, televisi dan radio, kuliner, dsb.

Dari hoby ke profesi : jenis kegiatan ini termasuk pendidikan kecakapan yang disarankan oleh Baden Powell yaitu kegiatan-kegiatan yang awalnya dilakukan sebagai hoby kemudian dikembangkan menjadi profesi untuk memperoleh penghasilan. Jenis kegiatan ini antara lain : filateli, menulis (jurnalistik dan non jurnalistik), videografi dan photografi, wisata dan tour (traveling), menggambar dan melukis, pidato dan orasi, olahraga, tari dan koregografi, desian grafis, interior, dsb.

Job Creation Berbasis SAKA dan TKK : pendidikan kecakapan dengan melakukan pengembangan metode, materi dan media kegiatan Satuan Karya dan Pencapaian TKK sebagai salah satu program "job creation" atau penciptaan peluang dan lapangan kerja bagi para Pramuka khususnya Penegak Pandega. Untuk mendukung kegiatan ini diperlukan upaya merumuskan ulang kegiatan kesakaan dan TKK agar output lulusannya diakui oleh dunia kerja baik secara langsung maupun tidak langsung, khususnya untuk wilayah perkotaan.

Teknologi Tepat Guna : pendidikan kecakapan berbasis penciptaan, penguasaan dan pengembangan beragam jenis teknologi tepat guna yang dapat dimanfaatkan untuk menunjang kehidupan dan penghidupan diri dan keluarganya atau juga sebagai komoditas (barang jualan) yang bisa ditawarkan ke pihak-pihak lain. Untuk mendukung kegiatan ini yang diperlukan adalah Gerakan Pramuka membangun pusat-pusat pelatihan TTG atau bekerjasama dengan Instansi pemerintah/swasta pengembang teknologi ini.

Karya Inovasi Teknologi Sederhana : pendidikan kecakapan berbasis inovasi teknologi sederhana yang menunjang kehidupan kota untuk berbagai keperluan. Pendidikan ini berorientasi mengembangkan kecakapan mengkreasikan nilai tambah sebuah produk teknologi sederhana untuk menunjang kualitas hidup di perkotaan, misalnya alat bela diri sederhana, payung antik multi musim, kunci rumah anti maling, dsb.

Kewirausahaan : pendidikan kecapakan yang berorientasi untuk mengembangkan sikap mental dan jiwa yang selalu aktif, kreatif, berdaya, bercipta, berkarsa dan bersahaja dalam melaksanakan usaha produktif untuk dipasarkan pada khlayak ramai. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui pengembangan usaha-usaha produktf yang dilaksanakan secara bersama-sama untuk memberi pengalaman atau menumbuhkan jiwa berusaha.

Penutup

Dari uraian di atas tampak bahwa "hard skill" dalam paradigma "urban scouting" sangatlah luas cakupannya. Apakah mungkin Gerakan Pramuka khususnya para Pembina Pramuka dapat melakukan hal itu ? Jawabannya sangat mungkin, namun memang membutuhkan model pembinaan yang baru, yang barangkali juga membutuhkan rumusan kompetensi Pembina yang baru juga (akan kami bahas kemudian).

Keseimbangan "soft skill dan hard skill" dalam bahasa yang sangat ringan dapat dartikan agar para Pramuka tidak hanya bisa "menolong sesama hidup dan kasih sayang sesama manusia" tetapi juga mampu "menolong diri sendiri dan keluarganya" agar dapat hidup layak, berkualitas, mandiri secara sosial dan ekonomi di lingkungan perkotaan yang kompetetif, inovatif, kreatif dan dinamis. Salam. Bersambung ke (5C)


Lihat entry/topik terkait :


    Urban Scouting : Ke arah Manakah Skills Peserta Didik Dikembangkan ? (5A)

    image : businessworld.in

    catatan ensiklopediapramuka online

    URBAN SCOUTING :
    KE ARAH MANAKAH SKILLS PESERTA DIDIK DIKEMBANGKAN (5A)

    Oleh : Anis Ilahi Wh
    (Mantan Ketua DKD Kwarda DIY  1987 - 1991)



    Pengantar

    Diantara ciri-ciri kehidupan kota yang positif adalah kompetetif, serba cepat, kolaboratif, produktif, kreatif dan inovatif. Aspek-aspek ini harus menjadi perhatian pengembangan "urban scouting" khususnya dalam merumuskan arah karakter out put dan out comes pendidikan kepramukaan yang ingin diraih. Tugas pendidikan adalah "menyiapkan" anak-anak untuk menghadapi "masa depannya" bukan mengajarkan anak-anak untuk "kembali ke masa lalunya". Dalam dunia pendidikan "masa lalu" penting tapi sebatas sebagai bahan pembelajaran untuk mengambil yang baik dan meninggalkan yang buruk.

    Tataran strategis yaitu tujuan pendidikan kepramukaan perlu diterjemahkan dengan tataran teknis operasional yaitu tujuan latihan kepramukaan di tingkat satuan pendidikan seperti Gudep dan Saka. Pada tulisan ini, tataran teknis operasional pengembangan skills peserta didik "urban scouting" agar mudah, akan dipetakan menjadi dua yaitu tataran pengembangan "soft skills" dan "life skills".
    Pengembangan Soft Skills

    Merujuk pada Wikipedia, soft skills adalah istilah sosiologis yang berkaitan dengan kecerdasan emosional, sifat kepribadian, ketrampilan sosial, komunikasi, berbahasa, kebiasaan pribadi, keramahan, dan optimisme yang mencirikan kemampuan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain. Soft skills merupakan kecerdasan emosional dan sosial (Emotional Inteligence Quotient) yang sangat penting untuk melengkapi kecerdasan intelektual (Intelligence Quotient) dan kecerdasan kinestetik.

    Softs skills terbadi menjadi 2 yaitu keterampilan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain (inter-personal skills) dan dan keterampilan dalam mengatur dirinya sendiri (intra-personal skills). Terdapat 23 atribut soft skills seperti : inisiatif, mampu menerapkan manajemen diri, bertika/integritas, mampu menyelesaikan persoalan, berfikir kritis, dapat meringkas/memetakan persoalan, memiliki kemauan belajar, senang bekerjasama, memiliki komitmen, fleksibel, motivasi tinggi, kerja dalam tim, bersemangat, mandiri, dapat diandalkan, mau mendengar, komunkatif, tangguh, kreatif, argumentatif, analitis, disiplin terhadap waktu dan dapat mengatasi stres.
    Penguasaan peserta didik terhadap 23 atribut ini akan menjadikan dirinya sebagai pribadi yang berkualitas, mandiri, memiliki rasa percaya diri, dapat bersosialisai dan bekerja dalam tim serta menumbuhkan kepekaan wawasan pemikiran dan kepribadiannya dalam berhadapan dengan berbagai lingkungan kehidupannya termasuk lingkungan perkotaan.

    Pendidikan kepramukaan dengan segenap instrumenya seperti penerapan kode kehormatan, sistem beregu, sistem tanda kecakapan, pendidikan di alam, sebutan kakak-adik, sistem pendidikan berdasar golongan usia, pendidikan berbasis "individual diferences" atau pendidikan yang menghargai perbedaan individual, sistem among, beragam jenis upacara, seragam dan tanda pengenal, nyanyian dan tepuk tangan, bermain , berkemah, jelajah alam, kiasan dasar, dsb, sejatinya merupakan instrumen pengembangan soft skills yang sangat lengkap. Oleh sebab itu pula pendidikan kepramukaan kemudian disebut sebagai agen atau pelaku pendidikan karakter.

    Pengembangan Life Skills

    Pendidikan Kepramukaan yang bertujuan menghasilkan peserta didik yang berkepribadian, berkarakter dan mandiri, juga memberikan perhatian pada pendidikan kecakapan hidup atau life skillis. TKK dan Satuan Karya merupakan bukti terhadap hal itu. 

    Menurut WHO pengertian kecakapan hidup adalah berbagai keterampilan atau kemampuan untuk dapat beradaptasi dan berperilaku positif yang memungkinkan seseorang mampu menghadapi berbagai tuntutan dan tantangan dalam hidupnya sehari-hari secara efektif. Dengan demikian hakekat pendidikan kecakapan hidup adalah upaya untuk meningkatkan keterampilan, pengetahuan, sikap peserta didik agar hidup mandiri secara individu, sosial dan ekonomi. 

    Terdapat 3 pendidikan kecapakan yang sangat dibutuhkan agar seseorang dapat hidup mandiri baik secara individu, sosial dan ekonomi yaitu : kecakapan yang berhubungan dengan hidup itu sendiri, Kecakapan hidup yang berhubungan dengan kehidupan, dan kecakapan yang berhubungan dengan penghidupan. Umumnya pendidikan kecakapan hidup efektif jika dikembangkan dalam lingkungan pendidikan yang berprinsip learning to know, learning to do, learning to be dan learning to live together. Prinsip-prinsip itu semua sudah ada dalam sistem pendidikan kepramukaan, sehingga yang dibutuhkan hanya materi dan metode semata (akan dijelaskan pada tulisan berikutnya)

    Memindahruangkan Traditional Scouting Skills

    Dalam sebuah seminar saya duduk disamping seorang Ibu perkotaan. Setengah mengeluh si Ibu menyampaikan "saya tidak nyaman dengan latihan pramuka, bayangkan 1 jam anak saya hanya dilatih bermaian smaphore, di rumah anak saya juga berlatih keras karena kalau tidak hafal dimarahai pembinanya". Saya bertanya "apa salahnya dengan latihan smaphore bu?". "Ketrampilan itu tidak relevan lagi untuk masa depan anak saya, daripada 1 jam latihan semaphore, kan lebih baik digunakan untuk kursus bahasa, latihan menari, melukis, komputer desain dsb, itu akan sangat berharga bagi masa depannya", jawab si Ibu.

    Kepada Si Ibu saya jelaskan, bahwa smaphore sebagai life skills mungkin kehilangan relevansi, "tapi bu, melalui smaphore putra Ibu bisa berlatih ketelitian, kerjasama, kedisiplinan, kegembiraan, persahabatan, kejujuran, dsb, itu termasuk pengembangan soft skills bu". Si Ibu tersenyum, entah setuju, entah apa ... hehe ...

    Dari pengalaman di atas, barangkali pelatihan tradistional scouting skills perlu berpindah ruang dari instrument pengembangan life skills menjadi instrument pengembangan soft skills dengan segala implikasi metode penerapannnya.Tanpa itu, maka tidak salah jika anak-anak kota menyebut kepramukaan jadul dan tidak relevan. Salam. Bersambung ke (5B). 


    Lihat entry/tema terkait :

     
    Catatan Ensiklopedia Pramuka merupakan kolom opini redaksi yang mengulas topik-topik kontemporer pendidikan kepramukaan seperti : renewing scouting, pramuka dan media, pramuka sebagai ekskul wajib, kepemimpinan, inovasi media dan metode latihan, pendidikan perdamaian, pendidikan moral dan etika, dll.