Kak Fauzi Eko Pranyono
Ketua Dewan Racana WR Supratman Gugusdepan 007, pangkalan IKIP Yogyakarta (1986-1987)
Anggota Dewan Kerja Daerah Kwartir Daerah XII DIY (1987 -1991)
Andalan Daerah Penelitian dan Pengembangan Kwartir Daerah XII DIY (2006 - 2010)
Anggota Dewan Kerja Daerah Kwartir Daerah XII DIY (1987 -1991)
Andalan Daerah Penelitian dan Pengembangan Kwartir Daerah XII DIY (2006 - 2010)
Kursus Pembina Mahir Lanjutan Golongan Penegak, Kwartir Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta (1993)
Kursus Pelatih Tingkat Dasar Kwartir Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta (1997)
Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Pamong Belajar Indonesia (2009 -2012)
Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Himpunan
Penggiat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan Nonformal (2012 - 2016)
Pengantar:
Tulisan berikut ini adalah kegelisahan saya 17 tahun yang lalu terhadap kondisi Gerakan Pramuka. Saat itu saya dianggap menentang arus besar dalam Gerakan Pramuka, dan tidak sedikit yang menuding saya bersikap radikal. Alhamdulillah kegelisahan itu sudah menjadi kegelisahan di tingkat nasional paling tidak di elit Gerakan Pramuka. Bahasa saya waktu itu rekonstruksi orientasi pendidikan kepramukaan (1993), SBY sekarang menggunakan istilah revitalisasi Gerakan Pramuka (2006), bahasa Andi Malarangeng membuat kepramukaan menjadi lebih seksi (2009). Bahkan Program Pascasarjana Universitas Indonesia Program Studi Kajian Ketahanan Nasional Peminatan Kajian Stratejik Pengembangan Kepemimpinan pada 3 Juni 2010 menyelenggarakan seminar sehari tentang “Mendorong Gerakan Kepanduan Melalui Percepatan Revitalisasi Gerakan Pramuka”.
Tulisan ini saya posting ulang dalam rangka menyambut Hari Pramuka 14 Agustus 2010. Dirgahayu Pramuka Indonesia!!
Dewasa
ini pendidikan kepramukaan dihadapkan keadaan yang kontradiktif, yaitu
secara kuantitas memiliki peserta didik (Pramuka) yang sangat besar
jumlahnya (hampir 22 juta anggota) namun disisi lain secara kualitas
anggota dan proses pendidik-annya masih belum memadai. Keadaan ini
bukannya tidak disadari oleh Gerakan Pramuka, karena setiap tahunnya
Kwartir Nasional dalam Rapat Kerja Nasional selalu memahami keadaan
tersebut. Begitu pula dalam naskah rancangan perubahan Pola Umum Gerakan
Pramuka dan Rencana Kerja yang menjadi bahan Munas V Gerakan Pramuka,
yang berlangsung pada tanggal 2 s.d. 8 November 1993 di Jayapura,
masalah kualitas tersebut menjadi salah satu sorotan tajam. Dan usaha ke
arah peningkatan kuali¬tas selalu saja diupayakan, tetapi mengapa tidak
kunjung membuahkan hasil yang nyata dan memiliki akselerasi yang mantap
dalam usahanya? Mengapa pula pendidikan kepramukaan semakin tidak
diminati oleh remaja?
Untuk itulah pada saat
penyelenggaraan Musyawarah Nasional (Munas) V Gerakan Pramuka tahun 1993
perlu dijadikan suatu momentum untuk introspeksi. Utamanya dalam usaha
membandingkan antara gagasan Baden Powell (BP) dan kondisi objektif
pendidikan kepramukaan sekarang. Mungkin usaha membandingkan itu dinilai
tidak proporsional karena beberapa alasan yaitu (1) perspektif waktu
yang jauh berbeda antara jaman kehidupan BP, ketika gagasan pendidikan
kepanduan dicetuskan, dengan kondisi saat ini; dan (2) perspektif tempat
yang berbeda, dimana kepanduan (scouting) lahir di Inggris sementara
itu pendidikan kepramukaan diupayakan selaras dan serasi dengan
kebutuhan masyarakat Indonesia. Namun demikian kita masih tetap wajib
untuk introspeksi dalam rangka usaha meningkatkan kualitas pendidikan
kepramukaan dan upaya mengangkat kembali citra kepramukaan pernah
berjaya melalui usaha menggali kembali gagasan-gagasan BP. Sehingga bagi
Gerakan Pramuka, kiranya tidaklah berle-bihan apabila Munas kali ini
sekaligus dijadikan momentum untuk meningkatkan kuali¬tas.
Renewing Scouting
Adalah
Sri Sultan Hamengkubowono IX yang mengemukakan gagasan tentang renewing
scouting, yaitu usaha memperbaharui praktek pendidikan kepramukaan.
Gagasan beliau yang dikemukakan pada World Scout Conference ke-23 di
Tokyo tahun 1970 memuat pemahaman tentang (1) syarat mutlak kelanjutan
hidup pendidikan kepramukaan sebagai organisasi dunia adalah dengan ikut
sertanya Pramuka dalam kegiatan pembangunan bangsa, dan (2) pembaharuan
acara-acara kegiatan kepramukaan yang sesuai dengan aspirasi generasi
muda dan kebutuhan masyarakat dengan tetap taat pada prinsip dasar
metodik kepramukaan.
Gagasan Sri Sultan HB IX tersebut
apabila dibandingkan dengan ide dasar BP tentang kepramukaan sepintas
memang tidak ada bedanya. BP mengajarkan pendidikan kepramukaan sebagai
pendekatan kependidikan dalam rangka memperbaiki mutu warga negara pada
generasi yang akan datang, terutama karakter dan kesehatannya, mengganti
"aku" dengan "bakti" membuat anak seorang yang efisien mengabdi pada
sesama manusia. Masih menurut BP, dalam negara yang merdeka orang mudah
menga¬takan dirinya seorang warga negara yang baik bila ia selalu taat
pada undang-undang, mengerjakan pekerjaannya, dan menyatakan pilihan
politiknya, olah raga dan kegiatan-kegiatan lain dan menyerahkan kepada
negara untuk memikirkan masalah kesejahteraan negara. Menurut Baden
Powell keadaan demikian itu adalah warga negara yang pasif, tetapi warga
negara yang pasif ini tidak cukup untuk mempertahankan isi kemerdekaan,
keadilan dan kehormatan di dunia. Karena itu dibutuhkan juga warga
negara yang aktif. Dalam bahasa Sri Sultan HB IX adalah warga negara
yang ikut serta dalam kegiatan pembangunan bangsanya.
Namun
demikian, gagasan Sri Sultan HB IX tetap memiliki visi pembaharuan.
Perbedaannya terletak pada bagaimana cara pandang pendidikan kepramukaan
sebagai sebuah lembaga pendidikan sesuai dengan kondisi saat ini.
Apabila kepanduan pada pra kemerdekaan dan pasca kemerdekaan telah
berhasil menanamkan wawasan kebangsaan dan cinta tanah air, pendidikan
kepramukaan pada era pembangunan ini tugasnya lebih dari itu yaitu ikut
mengisi kemerdekaan. Terlebih lagi dalam menghadapi pembangunan jangka
panjang tahap kedua ini, tugas pendidikan kepramukaan semakin berat.
Gagasan renewing scouting ini semakin mendesak, karena ada kecenderungan
pendidikan kepramukaan berorientasi sebagai hobbi semata, belum
mengkait langsung dengan kebutuhan masyarakat.
Implementasi
nyata dari gagasan renewing scouting adalah dengan mengem-bangkan
kegiatan Satuan Karya. Konsep utama dalam Satuan Karya adalah bahwa
Satuan Karya bersama dengan Gugusdepan merupakan dua ujung tombak proses
pendidikan kepramukaan. Kedua satuan tersebut dalam Gerakan Pramuka
disebut sebagai satuan gerak. Disebut sebagai satuan gerak karena harus
selalu bergerak terus, bergerak dalam arti menyelenggarakan proses
pendidikan kepramukaan. Apabila gerak atau proses pendidikan kepramukaan
pada satuan gerak tidak berjalan, maka esensi Gerakan Pramuka sebagai
sebuah gerakan tidak mewujud. Artinya Gerakan Pramuka hanya akan menjadi
organisasi papan nama.
Konsep yang lain menyebutkan bahwa
proses pendidikan dalam Satuan Karya menitik beratkan pada ranah
kognisi dan psikomotor. Hal ini menunjukkan bahwa melalui pendidikan di
Satuan Karya peserta didik dilatih pengetahuan dan keterampilan kejuruan
sesuai dengan bidang yang dipilihnya dan bidang itu selaras dengan
keterampilan yang dibutuhkan dalam pembangunan nasional dewasa ini dan
masa mendatang. Satuan Karya sebagai salah satu sarana sosialisasi bagi
generasi muda, yaitu dalam rangka mensosialiasikan : (1) permasalahan
yang sedang dihadapi bangsa ini menurut bidang garapannya masing-masing;
(2) kebijakan-kebijakan yang diambil oleh instansi terkait; dan (3)
cita-cita serta sikap mencintai bidang garapannya masing-masing, sebagai
contoh Satuan Karya Bahari dapat dijadikan sarana untuk
mensosialisasikan sikap mencintai kebaharian/kelautan. Hingga sekarang
Satuan Karya berjumlah tujuh. Ketujuh Satuan Karya (Saka) tersebut
meliputi berbagai sektor pembangunan, antara lain sektor pertanian (Saka
Tarunabumi); sektor kamtibmas (Saka Bhayangkara); sektor kehutanan dan
lingkungan hidup (Saka Wanabakti); sektor kesehatan masyarakat (Saka
Bhakti Husada); sektor kependudukan (Saka Kencana); bidang
kedirgantaraan (Saka Dirgantara); dan bidang kelautan (Saka Bahari).
Gagasan
kedua dari konsep renewing scouting adalah upaya pembaharuan
acara-acara kegiatan kepramukaan yang sesuai dengan aspirasi generasi
muda dan kebutuhan masyarakat dengan tetap taat pada prinsip dasar
metodik kepramukaan. Hal tersebut memiliki makna bahwa manakala
pendidikan kepramukaan ingin tetap eksis, maka harus menyesuaikan dengan
minat remaja. Masalahnya kini, mengapa setelah dicanangkan gagasan
pembaharuan tersebut pendidikan kepramukaan tetap saja menjadi kegiatan
yang kurang menarik? Masalah tersebut apabila dilacak akan berpangkal
kepada pemahaman kita terhadap konsep pendidikan kepramukaan itu
sendiri. Yaitu bagaimana kita memperlakukan pendidikan kepramukaan itu,
bagaimana mengimple¬mentasikan materi dan pendekatan pembelajarannya
yang sesuai dengan minat remaja. Itulah masalahnya.
Rekonstruksi Orientasi
Mau
tidak mau dalam usaha lebih memaknai pembaharuan pendidikan
kepra-mukaan kita harus kembali mengacu kepada ide dasar BP. Hal ini
tidak akan bertentan¬gan dengan renewing scouting. Mengapa? Karena
hakekat renewing scouting adalah pembaharuan kembali, ada dua landasan
yang digunakan yaitu pertama mengimplemen-tasikan praktek pendidikan
kepramukaan sesuai dengan kebutuhan pembangunan, kedua menyesuaikan
praktek pendidikan kepramukaan dengan minat generasi muda melalui usaha
penggalian kembali ide-ide dasar BP.
Ide dasar BP yaitu
bahwa pendidikan kepramukaan adalah permainan gembira di alam terbuka,
dimana anak-anak dan pemuda menerima pengalaman-pengalaman menarik,
membina kesehatan, kebahagiaan, ketangkasan tangan dan sifat suka
menolong, dibawah bimbingan orang dewasa dengan hubungan sebagai kakak
dan adik. Dengan demikian pendidikan kepramukaan haruslah kita wujudkan
sebagai outdoor activity. Maka apabila pendidikan kepramukaan ingin
lebih memiliki makna kegiatan di alam terbuka haruslah diperbanyak. Dan
kegiatan di alam terbuka itu tidaklah hanya sekedar berkemah dan hiking
atau mencari jejak saja. Dalam bukunya Rovering to Success BP menawarkan
aktivitas yang menarik di antaranya panjat tebing , bersepeda,
penelusuran sungai, pantai dan kanal, penjelajahan, wisata jalan kaki,
kunjungan ke tempat produksi dan bersejarah dan lain-lain.
Apabila
mencermati uraian kegiatan yang dapat dilakukan oleh Pramuka menurut
BP, maka akan timbul kesadaran kita bahwa betapa pendidikan kepramukaan
telah mempersempit ruang geraknya sendiri. Yaitu hanya mengenal
bentuk-bentuk kegiatan yang itu-itu saja (berkemah, tepuk dan menyanyi),
sehingga bentuk pendidikan kepramukaan menjadi monoton. Karena itulah
perlu adanya rekonstruksi orientasi pada seluruh orang dewasa (Pembina,
Pelatih dan Andalan) yang terlibat dalam proses pendidikan kepramukaan.
Rekonstruksi orientasi tersebut merupakan upaya memberi¬kan pemahaman
yang lebih luas terhadap apa yang dapat dilakukan dan diberikan kepada
peserta didiknya sehingga pendidikan kepramukaan tetap memiliki
keunggulan komparatif. Dan usaha-usaha tersebut akan bermakna apabila
kita mau menggali kemba¬li gagasan BP tentang kegiatan kepramukaan
dengan menyesuaikan dengan kondisi masyarakat Indonesia.
Rekonstruksi
orientasi ini menjadi semakin mendesak, mengingat telah terjadi
kekeliruan interpretasi. Yaitu bahwa renewing scouting diartikan sebagai
usaha meng-eliminir paham-paham Baden Powell. Memperhatikan kondisi
objektif dapat diketahui banyak Pembina Pramuka yang terjebak dengan
interpretasi sempit, sehingga pendidik-an kepramukaan semakin monoton.
Padahal melalui penggalian gagasan BP kita akan sadar betapa
gagasan-gagasan BP tentang outdoor activities justru banyak dipraktekkan
oleh lembaga/organisasi bukan kepramukaan, sementara pendidikan
kepramukaan masih berkutat dengan semaphore, tali temali, sandi-sandi,
dan mencari jejak saja.
Usaha rekonstruksi orientasi
praktek pendidikan kepramukaan, dalam rangka menegakkan gagasan renewing
scouting harus tetap bertumpu pada dua hal, yaitu kegi-atan menarik
sesuai dengan minat remaja dan kegiatan yang berupaya mensosialisasikan
peserta didiknya kepada permasalahan dan kebutuhan bangsa dan negaranya.
Utamanya dalam menghadapi pembangunan jangka panjang tahap kedua,
dimana diperlukan usaha rekonstruksi orientasi pendidikan kepramukaan
agar pendidikan tidak semakin jauh akar masyarakatnya. Dengan demikian
niscaya pendidikan kepramukaan akan tetap diminati oleh para generasi
muda.
Be prepared!
0 komentar:
Posting Komentar